Pagi datang dengan cepat, aku terbangun di sebuah dormitori bernama Shannakalay. Semalam pilihanku jatuh di sini karena letaknya dekat dengan pusat kota, lagipula mereka mengaku tidak keberatan jika dibayar dengan dollar. Sebuah keputusan yang pagi ini terbukti keliru. Usai menghabiskan sarapan dan bersiap-siap keluar, sang pemilik dormitori mengingkari janjinya, mereka menolak dollar yang kuserahkan. Entah…
Yangon, Sang Ibukota yang Pensiun
Sambutan yang tak Begitu Ramah
Pesawat itu bahkan belum sepenuhnya berhenti ketika riuh suara besi beradu mulai terdengar. Orang-orang sudah melepas sabuk pengaman, jauh mendahului lampu yang terpajang sia-sia di atas tempat duduk. Beberapa langsung berdiri di samping kursi, mulanya satu, dua, lalu hiruk pikuk itu menular hingga celah di sepanjang lorong penuh dengan orang yang sigap menghadap kabin masing-masing,…
Kisah Penghabisan di Temajuk
“Kasihan, umur bapak sudah enam puluh Bang,” ujar Eno. “Padahal sudah dilarang kerja, tapi bapak ga betah di rumah kalau ga ada kegiatan,” sambungnya lagi. Eno dan bapaknya adalah kernet truk barang yang kutumpangi semalam. Hari ini, selepas mengelilingi Temajuk, aku bersua kembali dengan mereka dan ditawari untuk ikut serta pulang ke Sambas. Demikian ceritanya…
Nasionalisme di Ujung Negeri
Pagi datang. Kedinginan, kaki kebas, dan punggung sakit adalah hal pertama yang kurasakan setelah semalaman tidur hanya beralaskan papan di bagian belakang truk barang. Kemarin, saat semangatku sudah mulai surut sebab mengira akan terdampar semalaman di Paloh, sebuah truk barang tiba-tiba melintas dari arah selatan. Melihat hadapnya, kuperkirakan truk itu hendak menuju pelabuhan. Setelah pelabuhan…
Menuju Perbatasan
“Abang nak ngapain ke Temajuk?” tanya Bang Dayat, sopir oto yang membawaku dari Pontianak ke dusun Merbau, Kecamatan Paloh. Sesering melakukan perjalanan, sesering itu pula pertanyaan serupa telah kudengar. Pertanyaan seperti itu sebenarnya adalah pertanyaan yang serius, namun karena begitu kerap diulang, maka ia lambat laun kehilangan arti dan berakhir menjadi penghias percakapan belaka. “Ndak…
To Makula, Hidup Tidak, Mati Belum
“Mari masuk” Ucap kak Katrina mempersilakan. Aku dan kak Olive yang sedari tadi menunggu di ambang pintu langsung melepas kasut dan mengikutinya ke dalam rumah. Berbeda dengan rumah milik tetangga, kak Katrina tidak lagi tinggal di dalam tongkonan, melainkan sebuah rumah panggung biasa yang atapnya enggan menunjuk langit. Interiornya pun lebih kompleks. Dipartisi oleh papan-papan…
Hikayat Orang Mati
Kisah ini sesungguhnya adalah kisah terlarang yang tak boleh kau dengar, apalagi ditutur ulang. Oleh orang-orang tua di kampungku, yang paham benar soal hikayat, cerita ini bahkan dipendam dalam-dalam agar tak beranak pinak pada siapapun. Namun kali ini biarlah kubuat sebuah pengecualian. Aku akan menterakannya dengan ketentuan hanya boleh kau simak sekali saja. Setelah itu,…
Berkenalan dengan Rantepao
Pagi buta, sebuah bus yang sudah terlambat setengah jam tampak bergegas memasuki terminal. Bukan sungguh-sungguh terminal dalam arti sebenarnya, melainkan hanya seruas jalan di mana bus dapat berhenti dan mengeluarkan penumpang. “Pemberhentian terakhir,” teriak kondektur sambil kemudian membukakan pintu samping. Laung singkat itu ibarat lonceng yang membuat semua orang tiba-tiba sibuk mengemasi barang. Aku yang…
Dua Museum yang Mencintai Kesunyian
Aku tidak begitu terkejut saat menyadari bahwa hari itu menjadi pengunjung satu-satunya di Museum Kota Makassar. Dari buku tamu kemudian kuketahui pengunjung terakhir, yang kebetulan datang kemarin, juga berjumlah satu orang. Kemarinnya lagi, satu orang. Bahkan dua hari sebelumnya, nihil belaka. Barangkali benar jika museum boleh disebut sebagai tempat paling sunyi di Makassar, setelah perpustakaan…