Berbanggalah dengan jati diri bangsa, jangan asal tiru dan contoh budaya Eropa. Barat memang menggoda, tapi ingat, matahari itu terbit dari timur.
Semakin banyak melakukan perjalanan, semakin banyak yang saya dapatkan. Kemanapun kita pergi, baik atau buruk tempatnya, percayalah, akan selalu ada sebuah cerita yang dapat memperkaya wacana. Hal ini terjadi lagi ketika saya mampir di kawasan Simpang Lima Gumul, kabupaten Kediri. Sebuah monumen setinggi dua puluh lima meter tertancap di titik bertemunya arus lalu lintas dari lima arah, yaitu Kota Kediri, Pare, Pagu, Pesantren dan Gurah.
Monumen ini digadang-gadang sebagai tiang pancang pengembangan kawasan perekonomian Simpang Lima sekaligus Landmark akan spirit berdirinya Kabupaten Kediri. Tak ada decak kagum ketika bertemu sang raksasa satu ini. Kenapa? Karena menurut saya, sebuah monumen harusnya bisa melambangkan nilai kebudayaan dan sejarah yang kuat dari daerah asalnya. Namun monumen yang katanya terinspirasi dari kisah Jongko Jojoboyo (Raja Kediri abad XII) yang ingin menyatukan lima wilayah di Kediri ini sama sekali tak mencerminkan budaya bangsa, ataupun kabupaten Kediri secara khusus.
Bangunan ini hanya meniru arsitektur Arc de Triomphe dari Paris sana. Seakan tak mengenal sejarah, pemerintah kabupaten Kediri dengan seenaknya memindahkan bangunan warisan dari Napoleon Bonaparte tersebut. Arc de Triomphe dibuat untuk mengenang dan menghormati jasa tentara yang bertempur dan mati dalam Revolusi Perancis, lengkap dengan segala ukiran nama pejuang di semua sisi dinding dalamnya. Jika hanya sekedar meniru, maka tidak jelas Monumen Simpang Lima Gumul Kediri ini dibuat untuk menghormati siapa. Terlebih, mengapa bupati yang memprakarsainya tidak membuat sebuah monumen agung yang mengambil bentuk dari akar budaya setempat?
Pembuatan Monumen Simpang Lima Gumul juga terkesan asal-asalan. Tidak memiliki ornamen yang mengesankan, kecuali relief sederhana yang konon menceritakan sejarah Kediri. Selain itu perawatan yang dilakukan juga tidak maksimal, terbukti dengan banyaknya bagian dinding yang sudah terkelupas dan cat yang mulai memudar tanpa ada niat merenovasi. Sungguh miris dan sangat disayangkan.
Belajarlah dari pengalaman, memang manusia tak pernah menghargai apa yang ada hingga itu tiada. Kita punya sejuta budaya, lindungi, jaga dan berbangga. Tunjukkan pada dunia kalau indonesia kaya.
Maaf Paris, saat ini kami hanya bisa Meniru, aku malu dengan negeriku..
iya bangsa kita hanya bisa meniru saja 🙁
semoga tidak lagi kedepannya
kita punya banyak untuk dibanggakan
Baru sadar, bannermu itu pake aksara rusia. Dapet dari mana?
di google banyak ko mas, hehe, cari aja 🙂
Hemn….
Kalu perawatan emang susah diharakan yaa…:(
Di Mataram,misalnya Mas, banyak bundaran jalan raya dipenuhi dengan tugu operator telepon. Padahal itu wilayah publik.
Sayang sekali
hehehe
km asli mataram kah?
ato sering ke mataram?
aq 3 kali udahan ke lombok
g bosen2
😛
Saya sudah beberapa kali dari sini, dan sejujurnya saja baru menyadari ini tiruan dari Arc de Triomphe setelah beberapa bulan dari kunjungan pertama.
saya malah sadarnya waktu pertama kali liet, lha ko paris pindah ke kediri, hehe
entahlah..
Kalo bukan karna tulisan ini, aku smpe kapan pun ga bakal sadar kalo ternyata mirip bangeeeeet…ampuun deh
yaaaahhh, dia gak pernah sadar -____-
makanya, selalu perhatikan semua yang ada di sekitarmu
kenapa ga dibikin kaya arsitektur khas candi jawatimur aja? seperti monumen perbatasan jatim-jateng di ngawi.
iyaa, bener
paling enggak nunjukin kalo emang kita punya budaya sendiri
wahhhh perlu bikin rencana ke kediri neh
hajaaarr mas 🙂
Oalah itu tiruan toh mas baru tau aku ,padahaal pas kemarin kesana aku sempet kagum sama bangunan ini
bener bgt, ditiru persis, hehe 🙂
sering kita bepergian ke suatu tempat tanpa tau sejarah dan asal usulnya
nah, pejalan yang baik adalah yang kritis, tak sekedar menikmati pemandangan 🙂
Menurut saya tidak mengapa mengambil arsitektur sebuah landmark terkenal. Menara Eiffel aja banyak diduplikasi di dunia dan tidak menjadi masalah. Saya melihat penulis terlalu melihat secara negatif dan tidak mau melihat sisi positifnya. Sebagai orang yang tinggal di Kediri, saya tetap bangga dengan monumen ini.
Saya menempuh pendidikan formal di bidang arsitektur mas 🙂
dan menurut mata kuliah yang saya dapatkan, meniru arsitektur yang sudah ada, terlebih dijadikan landmark kota itu memalukan
Benar, menara eiffel banyak diduplikat banyak negara, namun sekali lagi, hanya untuk menarik wisatawan, bukan sebuah landmark
mas paham arti landmark khan?
saya setuju dengan Anda
nah iya, tuh khan bener 🙂
sebaiknya kita punya landmark sendiri tanpa harus meniru