Pada suatu sore yang teduh pernah seorang karib menanyakan kepadaku perihal tulisan apa saja yang pernah kubaca. Jujur kukatakan, sebenarnya aku adalah tipe orang yang membaca segala. Namun untuk urusan catatan perjalanan, entah kenapa aku sangat selektif. Tak banyak travel blog yang bisa membuatku jatuh hati. Seperti musik yang selalu bisa mencari telinga pendengarnya, tulisan juga memiliki pembacanya masing-masing. Sebuah catatan perjalanan, entah bagaimanapun gaya penulisannya akan terus mencari dan mendapatkan pengagumnya sendiri.

Kamu adalah apa yang kamu baca, mungkin inilah salah satu alasan yang menyebabkanku sedikit memilah pilah bacaan. Aku tak terlalu senang dengan omong kosong tempat wisata pun tak ingin terjebak dengan segala deskripsi keindahan destinasi. Bagiku, seperti yang Agustinus wibowo pernah katakan bahwa  “Menulis perjalanan adalah usaha untuk menulis tentang manusia dan kemanusiaan. Jika tulisan perjalanan tak bicara tentang manusia. Maka ia adalah tulisan yang mati.”

Banyak sekali sudah bertebaran berbagai daftar travel bloger favorit yang dibuat sebagai ajang apresiasi kepada seseorang yang telah bepergian kesana kemari dan menuliskannya dengan teliti sekaligus terperinci. Namun sekali lagi, mereka hambar rasa dan minim makna. Selalu saja ada bagian dalam kisah perjalanan yang luput dipahami sebagai sebuah pembelajaran. Selain itu, aku sangat menyukai sastra, dan travel blog yang bisa menceritakan kisah dengan bahasa yang manis memiliki nilai tambah tersendiri.

Mungkin harus kuakui bahwa ada beberapa travel blog yang senang kuintip secara diam-diam. Membuatku betah berlama-lama membaca tulisan mereka, tak cuma sekali, namun berkali kali. Merekalah yang selalu memberiku inspirasi dan terus memotivasiku untuk tak henti menulis. Dari merekalah aku belajar, dan ini adalah sebuah pengakuan. Lima travel blog favorit thelostraveler yang sungguh sangat layak dibaca. Semoga kawan pejalan juga suka, jika tidak, silahkan buat daftar sendiri. 🙂

1. a border that breaks
Nampaknya benar apa yang telah menjadi tagline Husni Mubarak Zainal di travel blognya bahwa “If I die alone, may the story of my life finds the soulmate in other people’s heart…” Aku sungguh sepakat, tulisan adalah bentuk lain dari ingatan. Karena dengan menitipkan cerita pada orang lain merupakan salah satu cara kita untuk melekangkan usia.

Penulis a border that breaks yang berprofesi sebagai seorang dokter di Afrika ini berhasil mengajakku berkeliling benua hitam dengan analoginya yang renyah dan cara tutur yang santun. Diksi yang detail mampu memberikan deskripsi visual pada para pembaca. Aku serasa diajak untuk ikut terlibat dalam kerontangnya tanah Sierra Leone dengan berbagai kehidupan masyarakat di dalamnya. Tulisan Husni melibas batas identitas, spasial bahkan kultural.
border2. the dusty sneakers
Ini adalah rumah dari duo Maesy and Teddy yang (mungkin) lebih suka dipanggil Gypsytoes dan Twosocks. Ketika pertama kali membaca tagline di travel blog mereka “we walk, we dance, we write” aku langsung teringat pada kalimat Horace, seorang penyair Yunani yang pernah berkata “duice est desipere in loco”. Adalah menyenangkan untuk sesekali membebaskan diri sendiri, itulah sekiranya yang telah dilakukan oleh Gypsytoes dan Twosocks.

Sementara Gypsytoes tengah asyik mengembara tanah Eropa, Twosocks lebih memilih untuk berkelana di pelosok negeri. Mungkin itu sebabnya Gypsytoes memiliki banyak tulisan berbahasa Inggris sedangkan Twosocks menuliskannya dalam bahasa Indonesia. Selayaknya pasangan, tulisan mereka saling melengkapi, kisah mereka saling menggenapi. Jujur aku lebih senang membaca cerita dari tulisan Twosocks, selain karena berbahasa indonesia, juga karena keterbatasanku dalam mencerna sastra bahasa inggris. Bagiku Twosocks menceritakan pengalamannya dengan sangat teduh, lepas namun sarat makna.
dustysneakers3. Padamarga
Tak berlebihan kiranya jika kusebut pemuda satu ini sebagai salah seorang penyair muda yang keberadaannya layak diperhitungkan di kancah penulisan cerita perjalanan. Teuku Amirul Muttaqin, pria rendah hati yang lahir dan besar di tanah serambi mekkah ini memiliki diksi yang memukau. Aku langsung terpesona dengan gaya penulisannya di kunjungan pertama. Dengan umur yang masih sangat belia, Amirul sanggup membuktikan bahwa kualitas karya tak selalu harus linier dengan jumlah usia.

Tak jarang aku dibuat mengernyitkan dahi atas pemilihan kosa kata dan sudut pandang penceritaannya. Amirul Muttaqin mampu memberikan ransangan pada semua indra pembaca untuk ikut terlibat. Dia memberikan visualisasi tempat dengan akurat, tak lupa dengan detail aroma yang tercium di lokasi. Tak segan-segan Amirul Muttaqin berani menyuarakan bebunyian, menggambarkan rasa saat mengecap, dan menjelaskan tekstur pada beberapa kontur. Amirul selalu berusaha menjalin Koneksi antara penulis dan pembaca, sebuah level tertinggi dalam menyampaikan cerita.
padamarga4. travel louver
Banyak yang mampu menceritakan kisah perjalanan dengan indah, banyak juga yang mampu menunjukkannya lewat foto yang cantik. Namun Budhi, sang tuan rumah Travel louver memilih untuk menjadi yang sedikit, yang mampu keduanya. Menulis baginya adalah sebuah ajang aktualisasi diri. Sebagaimana kutipan Filsuf Rene Descartes tentang “Cogito Ergo Sum” dia menafsirkan pemikiran-pemikirannya lewat tulisan yang selalu akan terus memberikan keberadaan baginya.
travel louver5. othervisions
Ary amhir tak melulu menulis tentang perjalanan di blog ini, namun ketika dia menulis, selalu bisa membuatku merenung bahwa perjalanan bukanlah sebuah langkah untuk menjauhi sesuatu, melainkan untuk mendekati sesuatu. Ary amhir menuliskan bahwa “There’s a life beyond our life, so go out there”. Berjalan adalah untuk menyadari bahwa diluar sana masih banyak kehidupan yang luput dilihat wisatawan. Sadari dan hargai keberadaan mereka. Kurasa tak ada hal lain yang lebih membahagiakan dimuka bumi selain membahagiakan orang lain.

Wanita kelahiran Surabaya yang telah menulis sejak duduk di kelas lima sekolah dasar ini bahkan telah berani menuntaskan mimpi liarnya menjadi buruh dan mendalami kehidupan TKI ilegal di Penang, Malaysia. Ary amhir mampu melihat apa yang tidak dilihat oleh pejalan lain, benarlah kutipan Henry David Thoreau bahwa “a traveler who looks at things with an impartial eye may see what the oldest inhabitant has not observed.”
otherSebagai penutup saya ingin mengutip sebuah sindiran Hemingway yang ia tulis hampir 60 tahun lampau. Tentang betapa membosankannya dunia sastra apabila ragam bacaan yang ada jadi seragam, jadi sudah selayaknyalah kita menghargai dan mengapresiasi perbedaan. Jangan takut untuk terus berkarya, apresiasi akan datang dengan sendirinya.

Tabik..

23 thoughts on “Sebuah Pengakuan”

  1. kalo buat saya tempat ini yang tidak pernah membuat saya bosan, selalu memberikan rasa takjub saat membaca, kadang bikin merinding da dan engga jarang senyum” sendiri, dan yang terfavorit buat saya “surat cinta”
    terus berkarya da, salam 🙂

  2. Setuju sama agan!
    Perjalanan bukan cuma ngomongin keindahan2 ciptaan Tuhan dan manusia belaka, namun lebih dari itu. Fakta dan tradisi manusia justru lebih menarik.

    Ane kalo traveling mau usahain untuk cari guide lokal. Tujuannya untuk diwawancara. Dsri hal tsb ane jadi tau segala macam cerita, polemik, hingga hal2 unik tentang daerah dan budaya setempat.

    Kalo mau lihat contoh2nya yg berupa film, coba cari Simon Reeve (BBC). Dia adventure journalist inspirasi ane untuk berbuat hal demikian.

    Mungkin contohnya di blo ane yg ini:

    http://makanangin-travel.blogspot.com/2014/06/road-less-traveled-bawean-perawan-yang.html

    “Leave nothing but footprints. Take nothing but pictures. Kill nothing but time”

    1. benar, alam hanyalah wadah. yang bernafas di dalamnya jauh lebih menarik
      lantas kenapa kita melulu mesti terkungkung dengan destinasi?
      makasih udah berkenan mampir yah 🙂

  3. Ah, Yofangga, terhormat sekali rasanya bisa ada di daftar ini. Apalagi, catatan2mu yang sangat apik itu juga adalah kumpulan karya yang kami kagumi. Terima kasih ya, semoga suatu hari bisa bertemu dan bincang2 kesana kemari. Jabat erat dari Jakarta 🙂

    1. sebuah kehormatan juga buat thelostraveler bisa menuliskan TheDustySneakers disini 🙂
      semoga, ingin rasanya bisa berbincang lepas mengenai apa saja, jabat erat dari Malang

          1. aku sih juga free terus bang yang jadi masalah juga free terus pocketnya alias empty wkwkk 😀
            traveling no budget itu cuma mitos ya bang… 😮

          2. haha, siapa bilang traveling tanpa budget itu mitos? mungkin aja kok
            lagian kalo emang niat banget jalan-jalan, nabung dari sekarang rasanya belum telat
            hehehe 😛

Leave a Reply