Kepalaku masih pengar mencari sudut mana yang akan diambil untuk menceritakan Sowan dan Remen, dua pantai yang kabarnya terletak di pesisir utara Tuban. Orang bilang cerita ya tinggal cerita, tapi bagiku menceritakan pantai punya kerumitannya sendiri.
sowan pantai-sowanKerumitan yang kukeluhkan sebenarnya bukan tanpa sebab. Pantai, di manapun letaknya, selalu memiliki pemandangan tunggal dan seragam. Jika tidak berpasir halus serupa terigu yang lembut ketika dipijak, maka kasar dengan tekstur bagai biji merica. Warnanya bisa ditebak, jika tidak putih, maka hitam, maka kuning, atau merah jambu seperti yang terdapat di Lombok dan Komodo sana. Latar tentang langit biru dengan awan-awan mengambang seperti kapas dan laut sebening kaca, yang jika dilihat dari jauh menjelma hijau toska, adalah perangkap lain yang seringkali gagal dihindari.

Kebanyakan, cerita akan dimulai dengan cara-cara menuju pantai, bisa berisi lokasi atau informasi moda transportasi yang bisa dan biasa digunakan. Kemudian, pembahasan beralih ke pengalaman selama menempuh perjalanan, tentu saja dengan alur yang selalu maju. Pantai yang terletak di tubir jalan biasanya tak terlalu detail digambarkan, selain tidak menarik, pasti akan sangat membosankan. Namun jika aksesnya harus melewati aspal pecah, tanah berlubang, bahkan membelah hutan rimba, maka cerita akan bergeser penuh gaya seolah tengah mengemban tugas paling mulia.
pantai-remenSetelah beberapa kalimat pembuka, secara berturut-turut cerita pantai akan kerap mengulang-ulang frasa tentang suara ombak yang debur menghempas dermaga atau desis riak laksana orang berbisik saat lenyap mencium bibir pesisir. Sesekali mungkin ada juga cerita tentang karang, tentang kerang, tentang pecahan terumbu, tentang sampah, tentang camar, tentang garam, tentang surga, tentang nirwana, tentang deretan pohon kelapa yang berbaris serupa prajurit, juga tentang rambut yang mengeras sebab angin laut.
laut-sowanBagi yang gemar memperhatikan orang, cerita selanjutnya kadang berbau human interest. Barangkali tentang ibu-ibu yang menggelar tikar, berpeluh menjual jagung bakar dan minuman dingin di bawah terik matahari. Barangkali tentang anak-anak bermuka melas yang menjajakan pernak-pernik dengan nada sedikit memaksa. Tentang tukang parkir, tentang penjaga loket, atau barangkali tentang tabiat wisatawan asing yang senang mengumbar paha dan dada, pencerita seperti ini jika tidak ditahan, maka akan merembet ke perkara susila dan tetek bengek sopan santun berpakaian.

Jangan tanyakan pada mereka soal apa saja yang bisa dilakukan selama di pantai, jawabnya pasti tak jauh-jauh dari bermain pasir, bermain air, bermain ombak, berenang, berjemur, berjalan-jalan, berlari-larian dengan anjing, bermain bola, bermain gitar, membuat api unggun, atau sekadar duduk-duduk sambil melamun dan membaca buku. Apakah aku sudah merangkum semuanya? Jika belum, bolehlah ditambah dengan berpacaran, bergandengan tangan dengan pasangan.
pacaranremenSebagian orang mungkin cukup beruntung bisa bercerita keluar dari kotak. Yang seperti ini biasanya jeli menemukan getir nelayan sekitar, yang hidup dari anyir jala, dan kapal, dan ikan-ikan yang ditangkap bersamanya. Bagi yang gemar membaca, barangkali berangkat dari sejarah tentang nama pantai, tentang kejadian-kejadian, tentang tambo dan hikayat yang tak banyak orang tahu. Mereka berbicara tentang kedalaman yang bukan permukaan.
nelayan-sowanNamun seperti yang sudah-sudah, sebagian cenderung kembali terperangkap saat merampungkan penutup. Cerita jamak diakhiri dengan melankoli matahari yang mati dan lampu-lampu yang hidup setelahnya. Barangkali ditambah sedikit bumbu tentang semburat warna langit senja, mulai dari merah saga, merah tomat, atau merah darah. Di bagian ini kata-kata puitis seperti terserak begitu saja.

Kemudian malam datang, kemudian bulan terang.

Dan kepalaku masih pengar mencari sudut mana yang akan diambil untuk menceritakan Sowan dan Remen, dua pantai yang kabarnya terletak di pesisir utara Tuban.

49 thoughts on “Bukan Cerita Tentang Pantai”

  1. Hahahahhahaa berasa keslentik2 baca tulisan ini. Soalnya itu juga alasan kenapa ga nulis tentang pantai2 di Tuban (kecuali Boom).

    Foto-foto pantainya baguuuusssss

    eh, tubir itu apa?

  2. Saya suka membaca cerita apupun tentang pantai, baik cerita yang ‘di dalam kotak’ maupun yang ‘di luar kotak’, Yof. Bagi saya keduanya sama saja; sama-sama membawa kebahagiaan. Apalagi kalau foto-fotonya bagus, seperti tulisan ini.

    1. Iya kak titi, sebenarnya dunia tulis menulis sama seperti musik
      ada yang demen jazz, ada yang suka pop, ada yang maniak dangdut,
      apapun alirannya, selalu akan ada telinga yang mau mendengarkan
      ga ada yang salah dengan itu, cuma masalah selera aja
      selama kita seneng, why not?
      iya nggak, hehe

    1. aaah, mas irfan berlebihan
      aku juga sebenarnya kerap ngintip-ngintip tulisan di blogmu
      dan lebih bagus dari punyaku 😀
      hehe
      selamat datang mas, semoga kerasan di rumahku yang sederhana ini

  3. Ajib, ini tulisan ‘nendang’ dan ‘nyentil’ banget. Aku langsung mengingat-ingat, kira-kira aku pernah cerita soal pantai belum ya? Seingatku sih belum pernah, soalnya aku juga bingung mau cerita apa, selain seperti yang dirimu cerita di atas hahaha.

    Well, dengan macam ini pun dirimu sudah bercerita banyak soal pantai mas 🙂

    1. hwahahaha, nah ya itu
      bener khan kak
      bingung mau nulis apa kalo pantainya cuma lempeng, ga ada yang bisa diceritain
      tapi dasar emang kakiku ini celaka, udah tau susah nyeritain pantai, kok ya maunya ke pantai lagi, pantai lagi 😀

    1. halooo kak badai
      hehe, lama nih ga mampir
      eehhmm, iya kak, itu sumur
      mungkin kalau ada yang mau bunuh diri ke tengah laut, tapi kejauhan, disuruh nyemplung sana aja 😀

  4. desember ga nang pantai berarti loh yooo..
    buat tulisan tentang doremi, songgoriti dan deretan mami.

  5. Hehe. Saya pernah nekad ikut nginep di perahu pas nelayan cari ikan, Mas. Penasaran buat bikin cerita yang ‘beda’ pas liburan ke pantai. Alhasil….. Mual 😂😂😂

    Anyway, puitis foto-fotonya euy.. Pantainya memang masih sepi ya, Mas? Nampak menenangkan buat jalan-jalan sendirian ke sana.

    1. waduuuh, ada kesurupan mas?
      mungkin gara-gara sekarang udah mulai rame, mistisnya berkurang kali ya?
      tapi emang sih, masih banyak tempat-tempat yang terpencil di sana

  6. Akhirnya si mas aktif nulis lagi, yey!

    Selalu suka dengan cara bertuturnya. Keep writing, keep inspiring mas!

    Sst. Saya selalu mampir di blog ini buat nyari pencerahan tiap kali writing block menghadang. Hehe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *