“Kalian harus paham dulu arti kata sejarah.” Menoleh kepalaku mendengar kalimat tersebut, yang mengucapkannya adalah seorang bapak berpakaian serba legam, dari atas ke bawah. Sekilas ia terlihat seperti dukun yang sedang menimba ilmu, belakangan baru kuketahui bahwa dia merupakan pemandu situs Gunung Padang. Di depannya berbaris mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Aku tertarik mencuri dengar…
Sekali Lagi, Kota Malang
Selalu ada perasaan sendu tiap kali aku mengenang kota Malang. Penyebabnya jelas bukan karena kota itu gagal berbagi cerita bahagia, melainkan apa-apa yang tuntas diberinya mustahil untuk kembali diulang. Mafhum jika tiba-tiba saja hatiku meleleh saat berkesempatan mengunjunginya sekali lagi. Agaknya Malang bagiku telah menjelma kekasih yang pintar memaksakan rindu, yang padanya hatiku sudi jatuh…
Melaut dan Menakar Diri Sendiri
“Sudah biasa naik kapal, jadi tak masalah,” jawabku menyombongkan diri. Aku sama sekali tidak berbohong. Sejak dulu, telah bermacam-macam kapal kunaiki, mulai dari perahu kecil nelayan selebar dua hasta, sampai kapal besar dengan ukuran lambung bisa berdepa-depa. Mulai dari yang bercadik dua, sampai yang bermesin ganda. “Ya sudah, nanti kumpul di sana. Jam tiga.” Ucap…
Bukan Cerita Tentang Pantai
Kepalaku masih pengar mencari sudut mana yang akan diambil untuk menceritakan Sowan dan Remen, dua pantai yang kabarnya terletak di pesisir utara Tuban. Orang bilang cerita ya tinggal cerita, tapi bagiku menceritakan pantai punya kerumitannya sendiri. Kerumitan yang kukeluhkan sebenarnya bukan tanpa sebab. Pantai, di manapun letaknya, selalu memiliki pemandangan tunggal dan seragam. Jika tidak…
Kwan Sing Bio dan Perlunya Toleransi Beragama
Sekali lagi, aku merasa begitu berutang budi pada sebuah perjalanan karena ia memberiku ruang untuk berkontemplasi. Entah bagimu, tapi bagiku berjalan adalah sebuah usaha pencarian, baik itu tentang hidup, maupun tentang Tuhan. Aku pernah sujud di Masjid sebagaimana pernah berdoa di Gereja. Aku pernah sembahyang di Pura sebagaimana pernah membakar dupa di Vihara. Meskipun hal…
Pada Akhirnya, Ia Adalah Monumen yang Percuma
Laut Jawa, lima belas mil ke utara Tanjung Pakis. Pukul satu, malam gelap, hari ke dua puluh bulan Oktober, seribu sembilan ratus tiga puluh enam. Sebuah kapal penumpang sepanjang 54 depa, bermuatan penuh manusia, miring dan berasap dan nyaris karam. Orang-orang berlarian, menolong jiwa sendiri-sendiri, dengan bermacam-macam jalan. Peluit evakuasi yang terlambat, menjerit-jerit, menggema sebagai…
Melelang Nurani di Brondong, Lamongan
Jika kau sebut pagi adalah keheningan, maka itu tak berlaku di pesisir Lamongan. Saat itu matahari bahkan belum menetas ketika kami (Aku, Adul dan Royan) mengunjungi Tempat Pelelangan Ikan Brondong. Sisa-sisa remang malam nyata masih terasa, siluet kapal besar dengan latar merah darah masih menyala-nyala, namun tempat pelelangan itu sudah ramai saja layaknya semarak lebaran.…
Museum Sangiran Dan Jejak Purbakala
Bagaimana jika kuceritakan padamu bahwa sebenar-benarnya asal-usul manusia adalah sungguh hasil evolusi makhluk sebelumnya? Bagaimana jika Adam tak pernah ada dan peradaban bukan dimulai oleh dua individu buangan surga, melainkan adaptasi sekelompok manusia purba? Bagaimana jika segala cerita nabi-nabi dalam kitab hanyalah dongeng, dan sengaja dikisahkan peradaban terdahulu agar manusia yang semakin kompleks memiliki peraturan…
Hilangnya Gema Lokananta
Jujur kukatakan padamu bahwa Solo telah berhasil membuat hatiku jatuh saat didatangi pertama kali. Kota Istimewa yang tanpa status istimewa ini hadir dalam raut sederhana tanpa hiasan nan dilebih-lebihkan. Mungkin memang begitulah seharusnya sebuah kota, dilihat dan didekati secara apa adanya. Disinggahi, dihuni, dan dicintai secara jujur tanpa harus merujuk pada hal yang serba indah.…