Tulisan ini terpilih sebagai FINALIS dalam kompetisi Amazing Celebes oleh Terios dan Viva.log

Teruntuk kekasih kecilku di masa depan..

Selamat pagi, apa kabarmu hari ini? Sudahkah engkau membuka jendela dan menerima rindu yang kukirim lewat udara? Semoga tak mengejutkanmu.

Jangan tanya soal rindu, kekasih. Dialah yang selama ini menjaga hariku tanpamu. Dia masih kupelihara, kubawa kemana-mana. Rindu bagiku adalah guru terhebat yang mengajarkan bagaimana sabar menunggu temu. Kau tahu, bahkan sepagi ini rindupun sudah riuh sekali, beranak pinak dan berkali-kali merengek ingin dipamerkan kepadamu. Kadang ia hadir secara tiba-tiba tanpa aba-aba. Kadang ia melekat erat tak berjarak.

Kekasih, maaf kali ini aku tak bisa mengajakmu bepergian. Beberapa hari yang lalu rinai pertama jatuh ke bumi menderas kemarau, pertanda dingin akan segera memeluk tubuh hingga gigil. Benar saja, beberapa temanku akhir-akhir ini mengeluhkan suhu yang tembus angka lima belas derajat. Perubahan cuaca ini membuat tubuhku mendadak panas dan lemas. Tak apa, kadang untuk menjadi kuat kita harus dilemahkan terlebih dahulu. Mungkin sakit juga lagi rindu padaku, ingin bertemu dan berbincang barang sebentar. Sebagai pengganti, bolehkah kuceritakan saja kisah temanku?

Dia adalah salah satu jawara perlombaan Terios 7 Wonders Hidden Paradise tahun lalu. Saat namanya disebutkan dalam pengumuman pemenang, mulutnya tak bisa berkata-kata, seolah mati rasa. Yang dia tahu, tiba-tiba saja debar sudah menyebar. Kegirangan yang sedari tadi ditahan akhirnya membuncah, luap sudah. Kupingku dibuat panas mendengar kisah-kisah perjalanan panjangnya. Benar, perjalanan panjang. Sebagai hadiah, dia berkesempatan mengunjungi surga-surga Indonesia yang terbentang dari Jakarta hingga Nusa Tenggara. Tak main-main, 3.000 kilometer lebih. Setiap perjalanan selalu melahirkan pelajaran dan cerita yang bisa dibagikan, setelah membaginya denganku, sekarang akan kubagikan padamu. Mari kita intip bersama, mereka ulang jejak langkah perjalanan mereka.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Kisah ini dimulai dari Vehicle Logistic Center Daihatsu di Sunter pada tanggal 30 September 2013. Setelah bendera pelepasan berkibar, terlihat 7 mobil Daihatsu Terios membentuk formasi rapi. Sedikit demi sedikit berarak namun berjarak, mulai meninggalkan Jakarta menuju Sawarna. Suasana dalam mobil sangat riuh, para peserta sudah sangat akrab seperti tak punya sekat. Sebuah permulaan yang bagus bukan? awal perjalanan mewujud kebahagiaan.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Aku bisa menebak banyak tanya laris berbaris manis dalam kepalamu. Melakukan perjalanan sebegitu panjang apakah bosan pernah hinggap di kepala? Temanku bercerita bahwa kenyamanan tentu menjadi prioritas teratas mereka. Monitor double DIN dengan apik tertanam di kokpit Daihatsu Terios. CD, MP3 hingga USB bisa dimainkan sesukanya, menciptakan ruang-riang girang tanpa batas. Hingga tak ada rasanya sisa alasan untuk mengeluhkan bosan.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Seratus delapan puluh lima kilometer jarak yang mereka tempuh dengan jalur Cikidang, Pelabuhan Ratu hingga Bayah. Melewati aspal yang terkelupas, kadang mendaki perlahan, tak jarang menikung dengan tambahan turunan tajam. Siang sudah benderang ketika mereka sampai di Kawasan Wisata Ramah Lingkungan Desa Sawarna. Temanku dan para rekan Terios 7 Wonders lainnya memarkir mobil untuk meneruskan derap kaki ke arah jembatan gantung. Lebarnya cuma satu meter, tak lebih tak kurang. Tak boleh ada motor melintas, tak ada kendaraan, tak ada juga rasanya yang menggubris peraturan tersebut. Sebagian ojek bebal masih terlihat lalu lalang. Nama wisata ramah lingkungan hanya sebatas nama, juga tak lebih dan tak kurang.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Kekasih, Pantai Tanjung Layar terbentang hanya sepelemparan batu dari sudut mata. Dua buah bukit besar teronggok kokoh bak layar kapal terkembang. Cantik nian. Mungkin inilah yang menjadi alasan mengapa setelah dihantam perjalanan melelahkan para peserta masih saja bisa bertukar senyum. Mungkin jika nanti semesta berniat mengubah pintaku menjadi nyata. Menghabiskan hari disini berdua saja denganmu adalah perihal yang akan kusisipkan dalam lipatan doa.

Perjalanan ini adalah bianglala rasa yang berputar tak henti. Kadang kita di rendah laut, kadang pindah ke punggung gunung. Seperti juga Temanku dan Daihatsu Terios. Seperti begitu saja tercerabut dari buih pantai, mereka dilambungkan ke pucuk-pucuk merapi di Kinahrejo. Jangan kanget, mari kita ikuti saja.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Silam pada tahun 2010, Gunung Merapi sempat marah luar biasa. Tak bisa kubayangkan kengerian kala itu. Kawah gunung merekah, membuka diri, menyemburkan bola api pijar menggelegak ke udara. Gema ketakutan dan jerit putus asa nyaris tak terdengar tertutup gemuruh. Awan panas meluluh lantakkan semuanya. Mayat hangus jatuh bergelimpangan, rumah-rumah, pohon-pohon, motor, hewan ternak jadi remuk tak jelas bentuk. Rata tanah. Indonesia berkabung, ibu pertiwi menangis tiada henti.

Kini Merapi kembali menata diri. Jejak muntahan erupsi dijadikan sebuah museum sebagai pengingat. Bukan untuk menyesali yang terjadi, namun lebih mengajarkan rakyatnya untuk terus tegak menatap hari. Bahkan kediaman almarhum mbah Maridjan, si juru kunci, menjadi destinasi yang wajib dikunjungi. Selalu saja ada orang yang datang untuk mendoakan kepulangan beliau. Tahukah engkau kekasih, kita mengenang nama-nama agar kita bisa memelihara ingatan. Karena tanpa nama, ingatan tidak berarti apapun. Kematian yang sesungguhnya bukanlah musnah badan, namun karena dilupakan.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Tadinya aku mengira bekas Merapi hanya akan menjadi kuburan berhantu tanpa siapapun berani mendekat. Namun ternyata aku ditakdirkan untuk keliru. Sekarang mereka menjadikan tempat ini sebagai sebuah wahana, Lava tour namanya. Silakan terkejut. Di retakan tanah bekas erupsi, dibangun jalan-jalan curam sebagai pemuas nafsu menakhlukkan tantangan. Banyak mobil beradu pacu hanya untuk buktikan siapa yang pantas mendapat peringkat satu.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Temanku tak berharap banyak, dia pasrah dengan Daihatsu Teriosnya. Entah akan bisa melewati, atau malah mogok karena mesin mati. Selama perjalanan ke sepuluh jarinya terkatup rapat memanjatkan doa agar tak terjadi apa-apa. Tour dimulai, belokan tajam, turun, naik, menanjak, merangkak, kanan, kiri, batu besar gersang kelabu tertutup abu. Lomba tak terasa, guncangan tak berasa, suspensi MacPherson Strut di roda depan dan 5 link rigid axle di roda belakang meredam semuanya. Mobil tetap melaju kencang, mesin 3SZ-VE DOHC VVT-i punya tenaga setara 109 ekor kuda. Gundukan tanah enteng dilalui dengan Ground clearance setinggi 200 mm. Terios menang, temanku senang.

Apakah mereka hanya sekedar say hay lalu pergi goyang pinggul lupa diri? Tidak kekasih, akupun awalnya sempat berpikir demikian. Namun senyumku segera mengembang ketika tahu bahwa Astra Daihatsu Motor bekerjasama dengan CSR Kesejahteraan Sosial melakukan penanaman bibit 10.000 pohon untuk kembali menghijaukan Merapi. Walau memerlukan waktu panjang, namun setidaknya perjuangan mereka tidak sia-sia. Kadang kita lupa untuk jadi pemerhati yang peduli. Tapi tidak dengan mereka. Ternyata masih ada simpati yang hidup di jiwa para pejalan Indonesia.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Engkau masih di sana kekasih? Aku masih menulis dalam pelukan selimut sambil sesekali menyeruput kopi agar badanku tetap hangat. Di sini langit masih berumur muda. Di luar jendela kulihat angin mendesah mencumbui daun yang bergerak-gerak penuh goda. Sebentar lagi cerita kita akan berlanjut ke lereng gunung Semeru. Ke sebuah desa permai yang bernama Ranu Pani. Dingin tak pernah absen di sana, selalu merajai hari, entah siang benderang atau saat kelam malam. Ambillah jaketmu, akan kutunggu barang sebentar.

Temanku dan rekan-rekan Terios 7 Wonders Hidden Paradise sampai di Ranu Pani ketika senja sudah lewat, petang berganti malam. Gigil menggigit dengan sangat saat turun dari kendaraan. “Selamat datang di Ranu Pani” Aku tak tahan menyela ketika semangat temanku masih nyala bercerita. Kau tahu apa yang jadi penghangat kala itu? Benar sekali, sambutan warga desa yang ramah. Tinggal di ketinggian membuat jiwa mereka terlalu dekat dengan matahari, hingga hangatlah semuanya, senyum mereka, sapa mereka, binar mata mereka, dan sambutan terhadap siapapun yang bertamu.

Photo was taken by @backpackology
Photo was taken by @backpackology
Photo was taken by @backpackology
Photo was taken by @backpackology

Temanku diundang ke rumah salah satu penduduk. Mereka tumpah ruah dalam satu ruangan. Bergerombol, berbagi cerita, membincangkan banyak hal. Di tengah ruangan gemertak perapian setia menemani, suasana tak ubahnya ruang rapat berpenghangat ruangan. Semudah kayu yang dilahap api, semudah itu pula mereka akrab, tak butuh waktu lama. Tamu jadi teman, teman jadi kawan, kawan jadi saudara lain kandungan. Penat karena terjebak dalam berbelas jam perjalanan cair seketika, pudar saat itu jua.

Esoknya pagi sekali, temanku sudah harus beranjak pergi. Waktu tak bisa dan tak pernah mau dibujuk untuk berhenti barang sebentar. Saatnya melanjutkan perjalanan yang tertunda. Barangkali memang begini jalannya. Harus tahan lelah badan agar surga terbentang di hadapan. Rute panjang memang tak pernah mudah. Pemberhentian selanjutnya adalah Taman Nasioanal Baluran, sang Afrika dari tanah Jawa.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Tujuh armada Daihatsu Terios disapa oleh hamparan padang gersang yang ditumbuhi berbagai macam semak belukar. Sabana Bekol, primadona Taman Nasional Baluran. Kontras dengan lazuardi yang menyaru biru, tetumbuhan di Bekol menguning kerontang. Di sana sini terlihat kawanan Akasia liar ranggas seperti remaja yang patah hati. Perlu bukti apa lagi untuk sebut ini Afrika?

Perjalanan kita semakin jauh. Jawa akan segera tinggal di belakang, namun jangan takut kekasih, kita tak sedang menjauhi sesuatu, namun mendekati sesuatu. Ini sudah hari keberapa? Jangan menghitung hari, nikmati saja perjalanannya, angka hanyalah angka. Saatnya menyinggahi Lombok. Mungkin sekarang aku hanya sanggup bercerita, namun pasti suatu saat kelak engkau akan kuajak serta.

Perjalanan bukan saja tentang mendapatkan sesuatu, tapi juga memberikan sesuatu. Mungkin itulah yang temanku dan rekan-rekan Daihatsu Terios lakukan ketika berkunjung ke desa Sade Rembitan. Tanpa lelah mereka rela mengunjungi desa yang amat terpencil nun jauh di selatan Lombok untuk ikut peduli dengan pendidikan. Aku senang saat dia bercerita tentang bantuan buku yang diberikan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Pondok Pesantren Almasyhudien Nahdlatulwathan.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Bagiku mereka telah memperjuangkan peradaban dan kemajuan. Temanku dan Daihatsu serupa menyalakan pelita di pedalaman gulita. Mereka menjadi sebuah koma yang membiarkan jutaan perbuatan baik lain menyambungnya, melanjutkan untaian perbuatan yang telah dibangun. Alih-alih menjadi titik yang tidak menyisakan sepotong tanda baca setelahnya, Terios 7 Wonders ikut mengetuk jiwa empati masyarakat kita yang makin tak peduli. Kita diingatkan untuk kembali melihat bahwa di luar sana masih ada para penerus impian dan cita-cita. Anak-anak kecil dengan hasrat yang mengangkasa untuk bisa pintar dan bersekolah.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Saat temanku bercerita tentang perjalanan yang membelah pulau Sumbawa, bisa kubayangkan deretan pohon tua sepanjang jalan. Merayapi tepi Teluk Shaleh akan ada pasir putih, air biru yang berpendar, serta angin sepoi beraroma garam yang menyapu lembaran rambut. Jika terus melaju, kita akan membelah perkampungan dengan rumah-rumah panggung tradisional. Desa Palama, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima. Di sana pemberhentian mereka berikutnya.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Sumbawa tak pernah kehabisan kuda sebab pijar matahari yang setia menggantang ubun-ubun telah menetaskan banyak sekali kuda perkasa. Kekasih, terus terang aku iri saat temanku bercerita tentang nikmatnya susu kuda liar Sumbawa. Andai saja aku yang mendapat kesempatan mencicipi. Akan kuminum sedikit-sedikit setiap tegukan. Kusesap perlahan seperti candu. Perlahan saja, lantas aku akan menimbulkan suara hirup yang khas. Dan harus terdengar sampai ke seberang jalan. Aahh.. betapa bangganya diriku jika begitu.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Jarak perjalanan bertambah, namun rasa akrab semakin berkecambah. Tak terasa mobil mereka mulai melambat dan berhenti di tepian Pelabuhan Sape. Siap dengan tujuan akhir. Kepulauan Komodo, kediaman sang legenda naga. Di komodo ini adalah pemberhentian terakhir temanku, mungkin juga sekalian akan menjadi penutup kisahku.

Photo was taken by @wiranurmansyah
Photo was taken by @wiranurmansyah

Mereka sampai di kepulauan komodo. Entah kenapa aku selalu senang ketika mendengar kata pulau atau pantai. Bukan karena aku dibesarkan di tanah pesisir, tapi apakah kau lupa kekasih? kita hidup di negeri bahari? Tempat jutaan makhluk mengambil jatah hidupnya di antara ombak-ombak batu karang. Sadar atau tidak, kita tidak bisa mengelak bahwa sebenarnya rasa asin pantai menyatu dalam tiap lekuk tulang. Bahwa ombak-ombak pantai yang suka sekali menjilat pesisir ternyata bergelombang dalam pembuluh darah.

Setelah melepas puas bertemu komodo, mereka kembali pada ketinggian. Di puncak Fregata hill, ada lebih banyak cengir senyuman tanpa ucapan. Alam Indonesia indahnya tak terkira. Kuyakin hasrat semua orang akan terpendam untuk tempat ini. Semacam ada magnet transparan yang selalu membuat alam dan kita selalu berdekatan. Ada terselip satu perasaan nyaman yang sulit dijelaskan.

Photo was taken by @backpackology
Photo was taken by @backpackology

Saat matahari semakin rendah, warna senja mulai berubah semerah saga. Petang yang syahdu di Pulau Kalong. Begitu lekas, begitu gegas. Senja bagai pemakaman hari yang tanpa perkabungan. Senja melahirkan harap bahwa esok kita akan kembali saling bertatapan. Rinduku kembali merajuk, kekasih. Andai saja nyata dirimu dekat, maka bahumu akan sangat erat kudekap.

Mari kita mengunjungi surga lain sekali lagi, kali ini aku yang langsung mengantarmu. Semoga Celebes dapat menjadi destinasi berikutnya, tunggu..

Sampai jumpa
Barangkali kita bertemu, mungkin pada suatu besok, atau sebentar lagi?

Calon kekasihmu..

Artikel ini diikutkan dalam kompetisi Terios 7 Wonders Amazing Celebes Heritage
terios3 terios2 terios1terios5terios6

terios6

Ikuti kisah keluarga besar Travel Bloggers Indonesia lainnya dalam 7 Wonders Amazing Celebes di:
– Danan Wahyu : Napak Tilas 7 Wonders, Kopi Ujung-Ujung Sumatera
– Sutiknyo : Petualangan yang lahir dari kopi dan Hidden Paradise
– Rizal Fahmi : It Is About Mobil Tangguh And The Coffee Paradise

 

18 thoughts on “[7wonders] Sebuah Surat Cinta Untuk Negeri”

  1. jujur, bisa sampai di blog ini gara-gara nyasar
    tapi langsung seneng sama tutur bahasanya
    keep this good work dude..

  2. Hello admin blogger..
    bagus sekali artikel Terios nya…

    Tinggal 6 Hari Lagi Berwisata Gratis ke Macau Plus iPhone 5: Tertarik? Ikuti lombanya. Ayo, ikuti lomba blog “Why Macau” di sini http://bit.ly/WhyMacau.

    Caranya cukup mudah, tuliskan keinginanmu untuk pergi ke Macau. Topik nya bisa tentang kuliner, objek wisata, kebudayaan, dan tempat populer di Macau. Sertakan foto atau video agar tulisanmu lebih menarik.

    Selengkapnya di sini http://bit.ly/WhyMacau

    Ditunggu artikelnya yah…
    terimakasih

    1. Hehe, makasih uda berkunjung mbak 🙂
      hhmmm, sepertinya saya lebih tertarik ke Sulawesi daripada Macau
      but anyways, makasih undangannya
      mungkin lain kali 😀

Leave a Reply