“Alkisah pada suatu masa, terdapatlah gugusan pulau tropis yang tak tergambar peta dunia.” Begitu ibuku memulai cerita tentang sejarah tua yang lusuh. Aku mendekatkan kepala pada lengannya dan bertanya penasaran “Apakah itu pulau hantu, ibu?”

“Bukan anakku, hanya saja waktu itu pengetahuan manusia akan semesta masih tak seberapa. Dunia masih dianggap sebagai labirin yang membentang dari Eropa sampai Cina di timur Asia, penjelajahan pun masih dilakukan melintas darat. Zaman dimana para nabi pemimpin agama belum bernama dan raja Alexander masih berkuda melintas batas pegunungan Himalaya.”

“Lalu, dimana letaknya pulau tersebut?” Aku antusias.

“Hikayat Dinasti Tang menyebutnya Miliki*, pedagang Arab mengenalnya sebagai jazirah al-mamluk* yaitu kepulauan raja-diraja, sedang kita mengenalnya dengan nama Maluku. Kepulauan permai ini terserak di timur Nusantara, dijepit genangan samudera Hindia dan Pasifik. Ditumbuhi gemuruh lebat hutan tropis, kaya dengan harta yang menggelegak tak saja dilantai bumi namun juga di latar samudera.”

“Lanjutkan bu” dongeng pengantar tidur kali ini berhasil menarik minatku.

Sumber: asiawelcome.com
Sumber: asiawelcome.com

“Dahulu kawasan ini masih berupa Terra Incognita bagi raja Eropa, namun kita orang pulau telah melabuhi semenanjung dan jazirah dengan perahu bertiang megah. Kita berdagang rempah mulai dari Barus Sumatera, Merica, Cengkeh hingga Pala, mengirimnya ke pusat perdagangan di Malaka. Seiring waktu, bau rempah ini ternyata sangat menyengat dan tercium sampai Persia*. Mahakarya Indonesia ini dijadikan komoditi, dikirim lewat laut melewati bandar di Malabar, terus menyebrang laut merah hingga Alexandria dan bermuara di Venesia. Sebagian lagi digiring lewat darat melewati jalur sutera, mulai dari Cina menembus India utara, berakhir di Konstantinopel.*”

“Rempah ini segera memenuhi pasar Arab hingga Gujarat. Dijual dengan harga tinggi setara emas. Rempah menjadi nona berpinggul padat mempesona. Para kadet kapal layar Spanyol, Portugis hingga Belanda mulai menabuh genderang pesta samudera yang tak usai. Sebut saja Columbus yang tersesat di Amerika, pencarian rute selatan Afrika oleh Vasco da Gama, penakhlukan Goa dan Malaka di tangan besi Albuquerque, Magellan yang melintas Pasifik namun terdampar dan terbunuh di Filipina, hingga Cornelis de Houtman sang kompeni. Mereka semua berlomba menguasai sumber rempah demi kemakmuran raja-raja Eropa yang berbudak dan berselir banyak.”

“Sebegitu hebatkah rempah kita bu? kenapa mereka sampai bersengketa hanya demi tetumbuhan?” Aku tak mengerti.

Sumber: lifestyletopia.com
Sumber: lifestyletopia.com

“Rempah bukan sembarang tanaman nak. Para pharaoh bisa dikenal dunia saat ini salah satunya karena rempah, bahan utama pembalseman mumi adalah Barus. Untuk mengawetkan makanan, para raja Eropa merendamnya dalam air garam, mereka memerlukan rempah agar rasa asinnya hilang waktu terhidang. Saat epidemi black death menjangkit Eropa abad ke enam belas, rempah dianggap mampu menjadi penawar. Selain itu tumbuhan ini juga digunakan dalam praktik sihir penambah stamina, menjadi obat kuat pemikat wanita.*”

“Bahkan pakar obat-obatan bernama Thome Pires pun ketika bertemu pedagang-pedagang bangsa Melayu menyatakan bahwa Tuhan telah menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk Pala serta Maluku untuk cengkih, dan barang dagangan ini tidak dikenal di tempat lain di dunia ini kecuali di tempat-tempat tadi.*”

“Sebagai perbandingan harga, Cengkeh 1 bahar (456 lb) di pasaran lokal pada abad ke enam belas seharga 1 sampai 2 ducat. Di Malaka 1 bahar bisa berharga 10 sampai 14 ducat. Sementara di Kalkuta harganya sekitar 500 hingga 600 fanam, untuk cengkeh kualitas utama bisa mencapai 700 fanam. Pada tahun 1600, 10 pon cengkeh di Maluku jika dijual ke Eropa, akan menghasilkan keuntungan sebesar 32.000 persen*. Bisa dibayangkan berapa kayanya mereka jika berhasil menemukan sang pulau rempah, nak?”

Sumber: westindiaspices.com
Sumber: westindiaspices.com

“Lantas, apakah mereka menemukan rempahnya bu?”

“Tahun 1512, armada Portugis dibawah pimpinan Francisco Serrao sampai di perairan Banda, sultan Ternate segera mengirimkan juanga untuk menjemputnya. Sisa-sisa armada Magellan yang berbendera Spanyol mencapai Tidore sembilan tahun lebih lama*. Zaman-zaman setelahnya negeri kita dilanda banjir peperangan. Sebagian Rakyat diperadu, sebagian lain dijual di pasar budak Madagaskar. Maluku dipenuhi genangan darah tarian pedang dan belati. Tak ada satupun dari kita yang mau tunduk, karena tunduk itu berhala. Pantang Pala direbut, badik para kesatria selalu setia lantang teracung. Para pemberani ini lebih memilih mati demi sesuatu yang diyakini indah ruyup suatu kelak nanti, gemah rempah harus tetap milik pribumi.”

“Amboina, gugusan kepulauan kecil yang menjadi rumah bagi segala Lada dan Kapulaga akhirnya terdengar di telinga semua benua melengkapi peta dunia. Gendang sejarahnya bertalu melambungkan nama Maluku. Pencampuran budaya pun tak pelak menghiasi setiap aspek kehidupan negeri, seperti yang Denys Lombard katakan bahwa karakteristik Nusantara dengan posisi geokultural yang khas di lokus persimpangan budaya dunia, membuat budaya asing dengan mudah singgah dan berbaur dengan kecerdasan lokal*. Inilah yang terjadi dengan Rokok Kretek.”

Sumber: tobaccopub.net
Sumber: tobaccopub.net

“Maksudnya, bu?”

“Secara historis, tembakau bukan komoditas asli Indonesia. Menurut catatan orang Eropa, tembakau telah dijumpai oleh Christophorus Columbus dalam Ekspedisi Navidad saat tersesat di Amerika. Disana Columbus menjumpai Suku Lucayan yang memiliki ritual mengunyah daun tembakau. Tembakau yang mulai dikenal di daratan Eropa kemudian dibawa dan ditanam Nusantara. Saat tembakau bertemu dengan cengkeh, maka lahirlah sebuah mahakarya baru yang kita kenal dengan, rokok kretek. Hal ini membuktikan bahwa konsekuensi bauran lintas budaya yang ditambah dengan cerminan orisinal kecerdasan lokal dalam meramu, dapat menciptakan keanekaragaman dan kekayaan citarasa. Banggalah nak, Nusantara lama pernah jaya hanya dari segenggam Cengkeh dan Pala.”

“Jika memang rempah sebegitu berharganya zaman dahulu, lantas kenapa kita sekarang seakan melupakan kejayaan bu?” Tanyaku setengah tak percaya.

“Apakah kamu pernah berterima kasih pada matahari, nak?” Ibuku balik bertanya.

“Kenapa aku harus berterima kasih bu?”

“Mentari telah datang padamu dalam bentuk anak-anak cahaya setiap hari, setiap pagi, hingga kita menjadi begitu terbiasa. Coba bayangkan jika bumi tanpa matahari, segala kehidupan pun pasti akan ikut mati. Kita cenderung melupakan apa yang ada, hingga itu tiada. Begitu jugalah dengan rempah anakku. Kita dilahirkan dari perut negeri paling subur. Kelapa, cengkeh, cokelat, kopi, sagu, aren tegak bahagia. Semua ada, semua tersedia, tak habis terpakai seumur waktu. Inilah yang membuat kebanyakan dari kita lupa jika telah dititipkan sebuah mahakarya tiada dua.”

“Sampai suatu saat kita dijajah lagi?”

“Benar, sampai kita kembali dicuri, itulah saat kita mulai mengerti.” Ibuku menutup ceritanya malam itu.

Artikel ini diikutkan dalam Live Writing Competition Gemah Rempah Mahakarya Indonesia.

Sumber Featured Image:
life.viva.co.id
Sumber Sejarah:
Abdurachman, Paramita (1978). Moluccan Responses to the First Intrusions of the West.
H.J. de Graaf (1971). De Geschiedenis van Ambon en de Zuid Molukken.
Drakard, Jane (1989). An Indian Ocean Port: Sources for the Earlier History of Barus.
Yahya, Helmi (2014). Pengeliling Bumi Pertama Adalah Orang Indonesia, Enrique Maluku.
Turner, Jack (2011). Sejarah Rempah: Dari Erotisme sampai Imperialisme.
Pires, Thome (1967). Suma Oriental: an Account of the East, from the Red Sea to Japan.
Ashley Abbas, Jamal (2000). Mindanao and the Spice Island.
Amal, Adnan (2010). Kepulauan Rempah-Rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara.
Lombard, Denys (2000). Nusa Jawa: Silang Budaya.

19 thoughts on “Kisah Rempah Sebelum Tidur”

  1. saya pernah memetik kopi, menumbuk dan menjemurnya hingga jadi biji kopi layak jual dg harga cukup mahal
    pernah memanen kemiri dan menjemurnya lalu dijual
    pernah memetik cengkeh, menjemurnya dan dijual dg harga paling mahal. yup cengkeh setau saya harganya cukup menggiurkan.
    tapi saya tidak pernah memikirkan bumi kita begitu kaya sampai para penjajahpun terlena karenanya

    tapi untuk apa kaya kalau tidak sejahtera…

    1. karena kita selalu melihat keluar tanpa pernah menilik pekarangan rumah sendiri
      Indonesia itu kaya, hanya saja kita gak bisa memanfaatkannya dengan benar 😀

  2. Ciamik bener dongeng ini…
    Sepertinya dirimu bisa coba terbitin buku dongeng deh hehehe

    Paling suka endingnya. Bener banget kalo Indonesia biasanya baru sadar setelah sesuatu yang berharga namun disepelein telah dirampas oleh bangsa lain. *lirik reog Ponorogo* 🙂

    1. Waduuuhhh.. jangan deh kak, ngantuk semua ntar orang yang baca dongengku 😀
      naah, itu dia poinnya, kita cenderung lupa sama apa yang kita punya
      giliran uda dicuri aja ribut sana sini
      harusnya kita bisa sadar, dan mulai menjaga
      🙂

  3. Mengemas Nasionalisme, sisi Historis, Nilai2 Hidup, menjadi barisan cerita yang tak membosankan untuk dibaca.

    Keren Bung Yofangga.

    Semoga menang ya .. 😀

  4. Ahh iya,terima kasih matahari telah menjadi pendamping perjalananku selama ini.Ketika tak ada kawan yang berjalan di sisiku,kau selalu setia menemani kemanapun aku menapak.Kini aku tak punya alasan untuk kesepian.
    Dan terima kasih yang tak bertepi untuk mas Yofangga yang telah menyentil saya untuk selalu mengingat dan menghargai hal hal sederhana.Sampeyan telah dan akan terus menginspirasi saya.:-)
    Dan sebagai pamungkas,semoga menang!hadiahnya kemanakah? May the odds be ever in your favor…. #crossedfinger 🙂

    1. hehe, kita kadang memang sering lupa pada hal sederhana,
      sesekali sisihkanlah waktu untuk diam sejenak dan mengamati sekitar 🙂
      sangat banyak hal yang luput dari rasa syukur kita selama ini
      hhmm, hadiahnya ke ternate, doain menang yah 😛

  5. Jadi ingat pelajaran IPS SD dulu,,, tentang sejarah penjajah nusantara,,,

    Ya itulah indonesia ku,,,
    kalau sudah tiada baru terasa,,, kata Bang Haji gto,,,,

  6. Selalu jatuh cinta sama diksi dan gaya bahasanya!
    Baru mulai menggeluti travel writing nih dan blog ini benar-benar sumber pembelajaran termaknyuss. Hehe.

    Pokoknya, keep writing mas!

  7. Indonesia kaya sekali akan rempah, sayangnya masih kalah pamor dengan India, padahal rasanya semua rempah dunia ada dan tumbuh di negeri kita. Tulisan seperti ini bagus banget untuk mengingatkan sekaligus memyampaikan tentang kekayaan rempah Indonesia

    1. benar, kita masih kurang publikasi tentang kekayaan negeri
      padahal kalau ingin dikaji, negara kita menang kemana-mana 🙂
      yah, itung-itung bantuin pemerintah kita ikutan promosi

  8. Artikel yang sangat bagus …
    Ulasan informasi yang disampaikan sangat bermanfaat …
    Terimakasih informasinya min …
    Ditunggu artikel selanjutnya …
    Salam kenal …

Leave a Reply