Kita pernah berada di satu masa, saat masing-masing dari kita ribut mengenai rumah idaman yang kelak akan kita tempati. Apakah rumah tersebut akan berada di atas gunung atau di tepian pantai. Apakah nanti rumah tersebut akan memiliki teras tempat menikmati matahari tenggelam atau taman kecil di mana kita bisa duduk santai sambil membaca buku.
Namun sepertinya impian itu harus kita kubur dalam-dalam. Pertama, jika kau memilih untuk memiliki taman, maka secara otomatis kau juga akan bertanggung jawab untuk merawatnya. Jika kau terlalu malas untuk setidaknya menyiram, maka lupakan ide untuk memilikinya. Alasan kedua, perjalanan selama enam tahun itu kini harus kita akhiri sebab alasan-alasan yang tak elok kita bentangkan di muka publik.
Bagaimanapun akhirnya, hubungan kita telah mengajariku banyak hal, tentang mencintai, tentang bertahan, dan tentang melepaskan ketika harus. Tidak semua yang kita impikan akan menjadi rumah yang benar-benar kita tinggali, dan tidak semua rencana yang kita susun akan menemukan tuju. Namun bukan berarti setiap langkah yang pernah kita tempuh adalah kesia-siaan belaka, sebab di sanalah kita belajar menjadi manusia yang lebih utuh.
Berikut adalah beberapa catatan kecil yang kupetik sepanjang perjalanan. Buah dari refleksi panjang tentang apa yang pernah kita jaga, apa yang pernah kita lukai, dan apa yang bisa kita rawat lebih baik. Semoga ini membuat kita lebih siap dan lebih bijak dalam hubungan-hubungan yang menunggu di depan.

Berbicaralah
Berbicaralah dengan pasanganmu, entah itu tentang artikel yang baru kau baca, musik yang kau dengar, pengalaman menyebalkan di kantor, bahkan hal sepele yang kau lihat di jalan. Utarakan isi kepalamu, jangan terlalu banyak berasumsi. Pasanganmu tidak bisa membaca pikiranmu, kau pun demikian. Jika butuh bantuan, katakan. Jika ingin dipeluk, mintalah. Jika sedang sedih, jelaskan. Ceritakan pula perasaanmu, tentang ketakutan, tentang batas-batas yang kau butuhkan, tentang harapan, meski kata-katanya sulit keluar, meski itu membuatmu tampak rapuh.
Berbicara bukan sekadar bertukar kalimat, tapi juga bertukar kehadiran. Jika kepalamu sedang buntu, kau bisa tidur berpelukan, sambil saling menatap mata masing-masing. Itu pun adalah bentuk komunikasi, dan komunikasi tidak harus dengan berbicara.
Percayalah, rumah yang dingin tidak hanya menyiksamu, tapi juga pasanganmu. Banyak hubungan bukan hancur oleh pengkhianatan, bukan oleh teriakan, bukan oleh satu kejadian besar, tapi oleh dua orang yang sama-sama lelah, sama-sama terluka, tapi sama-sama diam. Keletihan yang dibiarkan tanpa suara akan berubah jadi jarak. Jarak yang dibiarkan tanpa penjelasan akan berubah jadi abai. Dan abai yang dibiarkan tumbuh tanpa kehangatan akan berubah menjadi kemarahan yang tidak tahu dari mana asalnya.
Mendengarkan
Selain bicara, mendengarkan tak kalah penting. Tidak semua kegelisahan membutuhkan solusi. Ada saat di mana pasanganmu hanya ingin didengar, tanpa disela, tanpa dibandingkan, tanpa dikecilkan. Kadang orang hanya ingin memastikan bahwa isi hatinya aman di tempatmu. Mendengarkan adalah bentuk cinta yang paling sederhana tapi paling jarang dilakukan. Diam yang tidak menghakimi, tatapan yang tidak mengintimidasi, dan kesabaran untuk menampung cerita sampai habis. Ketika seseorang merasa didengar, ia merasa pulang.
Mendengarkan juga berarti bersedia menerima kritik dari pasanganmu, bahkan ketika rasanya tidak nyaman. Kadang yang ia sampaikan bukan untuk menyalahkan, tapi untuk menunjukkan bagian dari dirimu yang mungkin tidak kau sadari. Menerima kritik bukan berarti mengiyakan semuanya, tetapi memberi ruang bagi pasanganmu untuk jujur tanpa takut disalahpahami. Di dalam hubungan, keberanian untuk mendengar hal-hal yang tidak ingin kita dengar justru menjadi bukti bahwa kau ingin tumbuh bersama, bukan hanya berjalan berdampingan tanpa perubahan.
Konflik akan datang
Cepat atau lambat, kau akan bertengkar. Jadi jangan lari, percuma menghindarinya. Konflik yang ditunda hanya akan bersembunyi sebentar sebelum muncul lagi dengan bentuk yang lebih tajam.
Yang bisa kau lakukan adalah bertengkar dengan kepala dingin. Fokus terhadap permasalahan, jangan mengubah topik, jangan ungkit masa lalu jika itu tidak relevan. Jika hati mulai panas, berikan jeda. Kadang permasalahan tidak harus selesai saat itu juga, ada kalanya kau memerlukan sedikit waktu untuk menenangkan diri. Pergilah ke dapur, ke ruangan lain, pergi mandi, atau jika perlu berjalan-jalanlah sejenak, setelah itu kembali. Jangan pula dibiarkan berlarut terlalu lama, evaluasi, minta maaf, dan saling berjanjilah untuk lebih baik lagi. Pertengkaran yang diselesaikan dengan lembut justru memperkuat hubungan, karena kau memilih untuk tetap tinggal ketika pergi adalah opsi paling mudah.
Jagalah martabat pasanganmu
Dalam pertengkaran, kadang muncul dorongan kuat untuk mencari tempat bercerita, sekadar ingin dimengerti, ingin didengar, atau ingin memastikan bahwa luka yang kau rasakan tidak sia-sia. Tapi berhati-hatilah, menceritakan keburukan pasanganmu kepada orang lain dapat membuka pintu yang sulit kau tutup kembali. Setiap keluhan yang kau sampaikan bisa meninggalkan jejak di mata orang lain, bahkan setelah hubunganmu membaik. Orang lain tidak selalu melihat proses penyembuhannya, mereka hanya menyimpan ingatan tentang luka yang pernah kau ceritakan.
Jika memang diperlukan, carilah telinga yang tepat. Berbicara pada ahlinya, konselor, terapis, atau seseorang yang memang terlatih. Bukan hanya boleh, tapi seringkali penting. Ada hal-hal yang terlalu berat untuk dipikul berdua, dan meminta bantuan bukan tanda gagal, itu tanda bahwa kau mau menjaga hubungan dengan cara yang benar. Berceritalah secukupnya, pada orang yang tepat, dengan tujuan mencari jalan keluar, bukan mencari pembenaran. Karena menjaga nama baik pasanganmu berarti menjaga rumah yang kau bangun bersama.
Saling mendukung
Rayakan hal-hal kecil yang lahir dari diri pasanganmu. Sekecil apa pun karya yang ia hasilkan, hargailah. Jika ia menulis, bacalah dengan sungguh-sungguh; jika ia melukis, perhatikan goresannya; jika ia mencipta lagu, dengarkan sampai akhir. Bukan karena hasilnya harus luar biasa, tapi karena itu bagian dari dirinya yang ia buka dan tunjukkan padamu. Dukunganmu adalah tempat ia merasa aman untuk mencoba.
Tidak semua orang berani berkarya. Ada yang takut dinilai, ada yang merasa dirinya tak cukup baik, ada yang memendam mimpinya karena tak ada yang percaya. Maka ketika pasanganmu mencoba, meski sederhana, jadilah orang pertama yang mengangguk, bukan orang pertama yang meragukan.
Apresiasi bukan hanya untuk hasil akhirnya. Ia juga untuk proses yang tidak terlihat, malam-malam ketika ia ragu, jam-jam ketika ia memperbaiki ulang, saat-saat ketika ia hampir menyerah. Menemani proses itu adalah cara lain untuk mengatakan bahwa kau ingin tumbuh bersama dengannya, bukan hanya menonton dari jauh.
Merawat hal-hal kecil
Rawatlah hal-hal yang mungkin bagi sebagian orang tampak sederhana: menyapa sebelum tidur, ciuman singkat sebelum berangkat kerja, menanyakan “bagaimana harimu?”, menyiapkan segelas air, atau sekadar menyentuh bahunya ketika ia tampak letih.
Merawat hal kecil berarti menjaga ritme kedekatan. Mengingatkan pasanganmu bahwa ia tidak berjalan sendirian. Ia adalah bentuk cinta yang tidak heboh, tidak bising, tapi selalu ada, seperti cahaya tipis yang menjaga rumah tetap hangat. Ketika hal-hal kecil dirawat, hubungan punya ketahanan yang tidak terlihat namun kuat, ia menjadi tempat di mana dua hati bisa pulang tanpa merasa harus menjadi seseorang yang sempurna terlebih dulu.
Sisihkan waktu untuk diri sendiri
Sekalipun kau hidup bersama, setiap orang tetap membawa perang yang tidak terlihat. Ada cemas yang tak sempat diucapkan, ada kelelahan yang tak benar-benar tuntas, ada hal-hal yang menguras tenaga tanpa diminta. Beristirahatlah sejenak, bukan untuk menjauh, tapi untuk bernapas. Untuk mengingat bahwa sebelum menjadi pasangan, kau adalah manusia yang juga butuh ruang.
Pergilah berjalan sendirian, nikmati museum yang selama ini hanya kau lewatkan, duduk di bangku taman sambil membaca buku yang sudah lama menunggu, atau lakukan apa pun yang membuat dadamu kembali hangat dan tenang. Me time bukan jarak, ia adalah cara menjaga diri agar tidak habis saat mencintai orang lain.
Saling menjaga kepercayaan
Kepercayaan bukan sesuatu yang hadir sekali, lalu bertahan selamanya. Ia perlu dirawat seperti api kecil yang harus dijaga dari angin. Kepercayaan lahir dari konsistensi, dari kata yang tidak dibatalkan oleh tindakan, dari janji yang tidak dibiarkan retak, dari kehadiran yang tidak hanya muncul ketika nyaman.
Dan saling menjaga kepercayaan juga berarti menjaga batas-batas yang telah disepakati. Jangan mengkhianati hati yang sudah membuka diri padamu. Bukan semata soal fisik, ia bisa berawal dari percakapan kecil yang disembunyikan, perhatian yang dialihkan, atau kedekatan yang kau biarkan tumbuh tanpa kejujuran. Ketika seseorang sudah mempercayakan dirinya, rawatlah itu sebaik mungkin. Kesetiaan bukan sekadar tidak melanggar, tetapi memilih untuk tetap pada satu hati, bahkan ketika godaan tampak lebih mudah, lebih ringan, atau lebih baru.
Mengakui kesalahan diri sendiri
Cinta dewasa bukan hanya tentang menunjuk kesalahan pasangan, tapi juga berani melihat kaca. Setiap keretakan jarang datang dari satu sisi, seringkali ia lahir dari dua hati yang sama-sama tidak mengerti cara menjaga satu sama lain.
Mengakui bagianmu bukan untuk menyalahkan diri, tetapi untuk memastikan bahwa di hubungan berikutnya, kau tidak menjadi orang yang sama yang pernah kau sesali. Cinta bukan kompetisi untuk menjadi benar, melainkan perjalanan dua orang yang sama-sama tidak selesai, tapi saling memilih setiap hari.
Tidak ada manusia yang sempurna
Pasanganmu akan berbuat salah. Ia akan keliru mengambil langkah. Ia mungkin menyakitimu tanpa sengaja. Namun ingat, ia juga sedang mencoba, sedang tumbuh, sedang belajar memahami dirimu seperti kau belajar memahaminya. Jangan menuntut kesempurnaan dari orang yang juga sedang berusaha menata dirinya pelan-pelan.
Oleh karena itu, memaafkan menjadi bagian penting. Memaafkan bukan berarti melupakan, bukan pula membenarkan yang salah. Memaafkan adalah memilih untuk tidak menyeret luka lama ke hari esok. Ada hal-hal yang hanya bisa sembuh ketika kita memberi ruang pada rasa sakit. Cinta tumbuh bukan karena kau tidak pernah saling melukai, tetapi karena kau sama-sama memilih untuk kembali, untuk duduk berhadapan, dan berkata, “Mari kita perbaiki bersama.”

Tetap semangat bang Yofangga, tak ada pelangi di lautan tanpa badai, kan?
Padahal ini blog lama ga update loh, nulis juga ga bilang-bilang
udah baca aja, wkwkwk
thank you bang
Hehe, makanya itu bang. Aku juga udah lama gak nulis kok 😉
HOREEE! Setelah dua tahun akhirnya menetas tulisan baru.
Thanks for this writing, mas!
Akhirnyaaaa, wkwkwk
setelah hiatus cukup lama
semoga ke depan masih punya energi buat ngeluarin tulisan-tulisan baru yaa