Sewaktu turun dari pintu belakang jeep. Dingin langsung menampar tak henti di pipi kanan dan kiri. Hembusan angin membawa butiran debu menyelimuti pemandangan. Diterawangkan oleh anak cahaya, sayup di kejauhan terlihat beberapa penunggang kuda muncul dari balik kabut. Mereka terlihat gagah dengan kuda yang juga gagah. Binatang tangguh satu ini memang sudah terkenal kekuatannya, hingga menjadi salah satu alat perang tercanggih semasa pemerintahan Jengis Khan nun jauh di Mongol sana.

Zaman berlalu, waktu meninggalkan cerita di masa lalu. Namun sekarang, kuda tak kehilangan harga dirinya. Mereka tetap menjadi hewan yang berguna untuk alat transportasi maupun pengangkut beban. Mereka bahkan menjelma menjadi ikon sebuah pariwisata suatu daerah, seperti disini, di Gunung Bromo ini. Ditengah padang pasir vulkanik yang tandus, para penunggang kuda tersebut berebut mencari nafkah. Merelakan punggung ternaknya dinaiki sebagian orang yang malas berjalan hingga ke kaki tangga Bromo. Melihat pemandangan seperti ini saya langsung teringat akan sebuah kisah mitologi Centaurus.
toleration educatedCentaurus (berasal dari bahasa Yunani Kentauros) adalah makhluk yang terkenal dalam mitologi Yunani. Makhluk ini digambarkan dengan perwujudan kepala sampai pinggang berbentuk manusia namun bagian tubuh ke bawah berwujud kuda. Asal bentukan makhluk ini diyakini berasal dari pandangan bangsa Minoa terhadap kaum nomad yang menunggang kuda. Mereka menyatakan bahwa para penunggang kuda pada awalnya dilihat sebagai makhluk setengah manusia setengah kuda. Budaya penjinakkan kuda sendiri dimulai pertama kali di padang stepa selatan di Asia Tengah (sekarang Kazakhstan modern) lalu menyebar jauh ke selatan hingga bumi Nusantara.

Salah satu daerah yang masyarakatnya masih akrab dengan kuda adalah masyarakat Tengger di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kuda di kawasan Bromo aslinya berasal dari pulau Sumbawa yang memang terkenal sebagai penghasil kuda terbaik di Indonesia. Kuda bagi masyarakat Tengger adalah sistem tata nilai adat yang sudah turun menurun sejak lama. Kuda menjadi perangkat instrumental dalam sistem kebudayaan Tengger. Dulu kuda berfungsi sebagai alat angkut beban, dimuati sayur-sayuran petani. Selain ekosistem tegalnya yang berjarak cukup jauh namun juga kemiringan kontur membuat para petani memerlukan tambahan tenaga ekstra untuk membawa hasil panen.
tourist adventureSekarang kuda sebagai alat angkut hasil pertanian mulai dikurangi, digantikan perannya dengan mobil. Selain lebih cepat, juga lebih sanggup membawa banyak beban, praktis dan ekonomis. Kuda di Bromo berubah fungsi menjadi makhluk penyedia jasa dalam membantu pariwisata. Kuda ini dapat disewa untuk mengantarkan kita menuju kaki gunung Bromo ataupun hanya sekedar berkeliling di sekitar padang pasir. Cukup dengan membayar 100 ribu rupiah kuda tersebut rela dinaiki.
go someplace

25 thoughts on “Para Centaurus di Negeri Bromo”

    1. makasi mbak putri
      🙂
      TRAVELING, It leaves you speechless then turns you into a storyteller
      hehehe, blog mbak juga inspiratif bgt
      masih normal tp khan?
      :p

    1. hahaha, kebetulan dapet momen yang bagus, jadi fotonya ikut bagus
      fotografer khan cuma mengabadikan apa yang ada disana
      gak nambahin, gak ngurangin 🙂
      thanks for visiting

  1. u always make me speechless with all your photos and story,, you are good story teller..

    sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa pokoknyaaaaa.. keep sharing yaa..

Leave a Reply