Selalu ada perasaan sendu tiap kali aku mengenang kota Malang. Penyebabnya jelas bukan karena kota itu gagal berbagi cerita bahagia, melainkan apa-apa yang tuntas diberinya mustahil untuk kembali diulang. Mafhum jika tiba-tiba saja hatiku meleleh saat berkesempatan mengunjunginya sekali lagi. Agaknya Malang bagiku telah menjelma kekasih yang pintar memaksakan rindu, yang padanya hatiku sudi jatuh…
Melaut dan Menakar Diri Sendiri
“Sudah biasa naik kapal, jadi tak masalah,” jawabku menyombongkan diri. Aku sama sekali tidak berbohong. Sejak dulu, telah bermacam-macam kapal kunaiki, mulai dari perahu kecil nelayan selebar dua hasta, sampai kapal besar dengan ukuran lambung bisa berdepa-depa. Mulai dari yang bercadik dua, sampai yang bermesin ganda. “Ya sudah, nanti kumpul di sana. Jam tiga.” Ucap…
Bukan Cerita Tentang Pantai
Kepalaku masih pengar mencari sudut mana yang akan diambil untuk menceritakan Sowan dan Remen, dua pantai yang kabarnya terletak di pesisir utara Tuban. Orang bilang cerita ya tinggal cerita, tapi bagiku menceritakan pantai punya kerumitannya sendiri. Kerumitan yang kukeluhkan sebenarnya bukan tanpa sebab. Pantai, di manapun letaknya, selalu memiliki pemandangan tunggal dan seragam. Jika tidak…
Tablolong dan Jabat Tangan yang Sebentar
Setelah menunggu berhari-hari, berminggu-minggu, akhirnya lelaki itu datang bersama temannya. Mereka keluar dari aspal utama dan berkelok ke setapak kecil, setapak yang diselimuti pasir halus sehingga roda motor bergulir sedikit terseok-seok. Si pengendara kemudian menekan pedal rem pada salah satu sudut yang dirasa pantas, menurunkan standar motor, dan menewaskan bunyi mesin. Ia membunuhnya dengan sebilah…
Kwan Sing Bio dan Perlunya Toleransi Beragama
Sekali lagi, aku merasa begitu berutang budi pada sebuah perjalanan karena ia memberiku ruang untuk berkontemplasi. Entah bagimu, tapi bagiku berjalan adalah sebuah usaha pencarian, baik itu tentang hidup, maupun tentang Tuhan. Aku pernah sujud di Masjid sebagaimana pernah berdoa di Gereja. Aku pernah sembahyang di Pura sebagaimana pernah membakar dupa di Vihara. Meskipun hal…
Pada Akhirnya, Ia Adalah Monumen yang Percuma
Laut Jawa, lima belas mil ke utara Tanjung Pakis. Pukul satu, malam gelap, hari ke dua puluh bulan Oktober, seribu sembilan ratus tiga puluh enam. Sebuah kapal penumpang sepanjang 54 depa, bermuatan penuh manusia, miring dan berasap dan nyaris karam. Orang-orang berlarian, menolong jiwa sendiri-sendiri, dengan bermacam-macam jalan. Peluit evakuasi yang terlambat, menjerit-jerit, menggema sebagai…
Cerita Dari Pasar Kapan Yang Murung Tak Berkesudahan
Mengarahkan pandangan saat melakukan perjalanan adalah sebuah pilihan. Aku berhak memilih untuk melihat segala hal baik dan meniadakan yang lainnya. Untuk apa mahal-mahal membeli tiket, lalu bepergian ke laut dan gunung gemunung, menghabiskan uang yang dikumpulkan dengan memeras keringat jika kemudian hanya melihat perihal-perihal tengik yang kepalang sering hadir di keseharian?
Berjalan Di Kilometer Nol Kota Malang
Apa yang pertama kali terlintas di kepala jika mendengar kata liburan? apakah berlarian di pasir pantai Kuta Bali?, menikmati sunset diselingi riuhnya pesta Pulau Gili Trawangan? melihat sunrise di ketinggian Gunung Semeru? menyelam bersama paus di Teluk Cendrawasih? atau bercengkrama dengan penduduk suku Waerebo dan Mentawai? tentunya semua akan membicarakan berbagai aktivitas menyenangkan yang dapat…
Natuna, Mutiara Di Ujung Utara
Tengah hari saya mendarat di bandara Ranai kepulauan Natuna, salah satu pulau di garis terluar negara Republik Indonesia. Perjalanan ditempuh selama satu jam sepuluh menit dari bandara Hang Nadim Batam. Pesawat wings air berjenis propeller yang kutumpangi terbang lancar tanpa penundaan. Landasan pendaratan masih terlihat basah, sepertinya bumi natuna baru saja diguyur hujan. Namun sekarang…