Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan saya sebelumnya yang berjudul jangan mau mati di gunung. Banyak pendaki yang dengan sembarangan menganggap enteng dan berfikir bisa menaklukkan gunung. SALAH, alam telah terlebih dahulu ada bahkan sebelum dirimu lahir, jangan berfikir bisa mengalahkan mereka, tekan sedikit egomu. Mendaki gunung bukanlah ajang eksistensi atau pembuktian diri, lebih dari itu, gunung mengajarkanmu cara menghargai, menuntunmu untuk melihat lebih dekat, memahami lebih lekat, bahwa manusia adalah salah satu remah yang tersesat diantara maha luasnya alam semesta.

Lebih lucu lagi jika ada yang berfikiran dan bahkan bercita-cita mati saat melakukan pendakian. Kuberitahu padamu kawan, apa enaknya meregang nyawa dalam keadaan merinding, kulit mulai pucat, bola mata membesar, denyut nadi menurun, meringkuk, kedinginan, otot kaku, jika tersesat, maka nikmatilah penderitaan tersebut sendirian ditengah gemuruh angin gunung.

Jangan pernah menyalahkan takdir atas musibah yang terjadi, belajarlah dari kesalahan dan buatlah evaluasi. Jika kita bisa berfikir lebih dewasa, penyebab terbesar kematian di saat pendakian cuma disebabkan oleh dua hal, yaitu persiapan yang kurang (mulai dari informasi, fisik, mental, manajemen, logistik dan perlengkapan) dan dilanggarnya etika pendakian (tidak mengikuti segala peraturan yang berlaku). Sebagai contoh, mari kita bahas sebab umum kematian yang ada di gunung, yaitu hipotermia dan tersesat.

Jika seseorang meninggal karena hipotermia, maka runutan masalahnya adalah
– Kurangnya informasi tentang medan yang akan dihadapi. Seperti karakteristik gunung, curah hujan, atau hal lain yang dapat membahayakan pendakian.
– Sebelum pendakian tidak melakukan olahraga yang teratur, sehingga di lapangan daya tahan tubuh menjadi lemah dan rentan terkena penyakit.
– Logistik tidak memenuhi standar kalori yang dibutuhkan. Kebanyakan pendaki hanya bermodalkan nasi dan mie instan dengan alasan murah dan cepat saji. Mengkonsumsi Mie yang hanya berisi karbohidrat tanpa vitamin dan protein ditengah aktivitas berat hanya akan membuat fisik melemah dan cepat kelelahan karena kurangnya asupan nutrisi.
– Kurang lengkapnya alat (dalam kasus ini penghangat) yang dibawa, diantaranya adalah baju ganti, sarung tangan, jaket, sleeping bag, dan raincoat.
– Kurangnya pengetahuan tentang penanganan pertama gawat darurat.

makanan ketika digunung hendaknya seperti ini
makanan ketika digunung hendaknya seperti ini
mountain is a home
mountain is a home

Dari lima poin diatas dapat kita simpulkan. Buta terhadap gambaran medan menyebabkan tidak siapnya pendaki secara psikologis. Apalagi jika sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan, maka kondisi nyata tubuh saat melakukan pendakian adalah tanda tanya. Tak ada persiapan fisik sebelumnya dan tak terpenuhinya kalori selama di lapangan menyebabkan daya tahan tubuh menjadi lemah. Ditambah dengan suhu gunung yang dingin, apalagi jika disertai oleh hujan, tidak memiliki raincoat, baju yang basah tanpa pengganti, jaket yang tipis dan tidak adanya sleeping bag membuat panas tubuh semakin cepat menguap. Hipotermia menyerang, jika para pendaki tidak mengetahui langkah pencegahan awal, kematian di depan mata.

Jika seseorang meninggal karena tersesat, runutan masalahnya:
– Manajemen pendakian yang kurang
– Sistem pembagian logistik yang tidak merata
– Tidak membawa perlengkapan standar pendakian, dalam hal ini adalah peta, kompas, atau GPS
– Kurangnya pengetahuan tentang navigasi dan cara survival di gunung
– Tidak mematuhi etika pendakian

Dimulai dari tidak termanajemennya pendakian, yaitu tanpa adanya leader dan sweeper. Dilanjutkan dengan tidak mematuhi etika pendakian, bisa dengan berjalan ketika malam hari, memaksakan diri ketika kabut atau badai berlangsung, memisahkan diri dari rombongan, atau tidak mengikuti jalur yang sudah ada. Hal ini bisa menyebabkan hilangnya sebagian atau bahkan seluruh pendaki. Tidak membawa alat dan kurangnya pengetahuan navigasi menyebabkan mereka buta posisi, terjebak di lokasi yang asing tanpa bisa mencari jalan keluar. Kurangnya pengetahuan survival menyebabkan kebingungan, panik, tingkat stress meninggi, berjalan sembarangan malah bisa menyebabkan tersesat semakin jauh. Ditambah dengan sistem pembagian logistik yang tidak merata, jika yang tersesat sama sekali tidak membawa logistik apapun di dalam tasnya, kematian di depan mata.
jalanDua hal diatas adalah malaikat maut paling mematikan yang bisa terjadi di jejeran gunung seantero Indonesia (kecuali di pengunungan Jayawijaya, maka frostbite masuk dalam hitungan). Memang tidak mutlak, masih ada beberapa penyebab lain yang mungkin terjadi, semisal terkena sengatan binatang berbisa, terjatuh dari jurang, kambuhnya penyakit bawaan, dehidrasi, acute mountain sickness, terkena longsor, tertimpa pohon, terkena lemparan lahar, ataupun terkena sambaran petir, namun hal-hal tersebut masih bisa diminamisir dengan tidak memaksakan diri dan pintar melihat situasi.

Mari sedikit berintrospeksi, jika kutanyakan padamu kawan, berapa orang darimu yang masih membawa peta ketika melakukan pendakian? Lantas, jika sempat tersesat, apa yang kamu lakukan? mengingat-ingat? menebak arah? mencari tempat tinggi? atau hanya bingung dan pasrah sama keadaan? Sebenarnya banyak materi yang harus dipelajari dalam melakukan pendakian. Yang selama ini terjadi di kalangan para pendaki hanya mengajak orang yang pernah kesana, dan berpasrah padanya. Lalu jika si “leader” dadakan ini mengalami masalah, apa yang kira-kira akan kalian lakukan? menyesali keadaan?

Terus, solusinya seperti apa? Ada baiknya kita belajar sedikit ilmu navigasi, agar tak lagi naik gunung cuma cari mati.

Navigasi darat adalah suatu cara seseorang untuk menentukan posisi dan arah perjalanan baik di medan sebenarnya atau di peta. Untuk itu kita harus selalu membawa peta dan mengerti apa saja unsur-unsur yang tercantum di dalamnya, akan kita bahas satu persatu.

Peta
Seperti yang kita tahu, peta dapat dibagi menjadi dua, yaitu peta umum dan peta tematik. Dalam mendaki gunung, biasanya saya menggunakan peta umum (Rupa Bumi Indonesia) keluaran Bakosurtanal (sekarang disebut Badan Informasi Geospasial) dengan skala 1:25.000. Ini artinya 1 cm di atas peta sama dengan 25.000 cm atau 250 meter di keadaan sebenarnya.

Koordinat peta
Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yaitu garis-garis yang saling berpotongan tegak lurus. Sistem koordinat yang resmi dipakai ada dua, yaitu :

1. Koordinat Geografis
Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus terhadap katulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan katulistiwa. Koodinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat, menit, dan detik. sebagai koordinat utama.

2. Koordinat Grid
Dalam koordinat grid, kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak terhadap suatu titik acuan. Untuk wilayah Indonesia, titik acuan nol terdapat disebelah barat Jakarta (60 derajat LU, 68 derajat BT). Garis vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan garis horizontal diberi nomor urut dari barat ke timur.
Sistem koordinat mengenal penomoran dengan 6 angka, 8 angka dan 10 angka. Untuk daerah yang luas dipakai penomoran 6 angka, untuk daerah yang lebih sempit digunakan penomoran 8 angka dan 10 angka (biasanya 10 angka dihasilkan oleh GPS).

Pada peta Rupa Bumi Indonesia dipakai koordinat geografis. Contohnya adalah koordinat puncak semeru yang terletak di koordinat  112º 55′ 20″, -8º 6′ 27″ artinya 112º derajat Bujur Timur, 55 menit, 20 detik dan 8º Lintang Selatan, 6 menit, 27 detik. Dengan komposisi satu derajat adalah enam puluh menit dan satu menit adalah enam puluh detik. Jika detik telah mencapai angka enam puluh makan dibulatkan ke menit, begitu juga menit, jika mencapai angka enam puluh maka dibulatkan ke derajat.

resection
resection

Orientasi peta
Yang perlu diperhatikan adalah arah Utara. Keterangan tentang orientasi ini biasanya terletak di bagian kiri bawah lembaran peta. Memang tidak mutlak pada semua peta, namun yang paling umum arah atas selalu dijadikan patokan arah utara pada peta. Arah utara peta dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
1. Utara sebenarnya (True North): yaitu utara yang mengarah pada kutub utara bumi.
2. Utara Magnetis (Magnetic North): yaitu utara yang ditunjuk oleh jarum magnetis kompas
3. Utara Peta (Map North) : yaitu arah utara yang terdapat pada peta.
utara petaArah ketiga orientasi diatas berbeda satu sama lain, kenapa?
Kutub utara magnetis bumi letaknya tidak bertepatan dengan kutub utara bumi. Karena pengaruh rotasi bumi, letak kutub magnetis bumi bergeser dari tahun ke tahun, pergeseran ini disebut variasi magnetis. Oleh karena itu, untuk keperluan yang menuntut ketelitian perlu dipertimbambangkan adanya penyesuaian peta. penyesuaian ini disebut Deklinasi Magnetis

Kutub utara magnetis bumi juga berbeda dengan arah utara peta. Karena bumi adalah sebuah model tiga dimensi, sedangkan peta adalah model dua dimensi, ketika mengkonversi bentuk tiga dimensi menjadi dua dimensi, akan terjadi perbedaan sudut yang membuat arah utaranya juga berubah. Deklinasi ini disebut Deklinasi Peta Magnetis

Kontur
konturKontur adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik titik berketinggian sama diatas permukaan laut. Garis kontur menunjukkan naik turunnya permukaan tanah dan dapat membantu kita dalam melihat perbedaan ketinggian. Nilai garis kontur berbeda setiap peta tergantung skala. Pada peta dengan skala 1:25.000 selisih ketinggian antara satu garis dengan garis lainnya adalah 12,5 meter. Beberapa sifat garis kontur adalah:
1. Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu.
2. Antara garis kontur satu dengan yang lainnya tidak pernah saling berpotongan
3. Garis kontur bernilai lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih tinggi.
4. Garis kontur tidak bercabang.
5. Daerah landai mempunyai kontur yang jarang sedangkan daerah terjal mempunyai kontur rapat.
6. Punggungan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk U yang ujungnya melengkung menjauhi puncak
7. Lembahan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk V yang ujungnya tajam menjorok kepuncak. Kontur lembahan biasanya rapat.

Setelah mengetahui beberapa unsur yang penting di dalam sebuah peta, langkah selanjutnya adalah memiliki sebuah peta kontur. Peta Rupa Bumi Indonesia secara fisik bisa dibeli di Bakosurtanal, jika ingin yang digital, bisa download langsung di websitenya (tapi berbayar). Jika tidak mampu membeli, apa yang harus dilakukan? Tetap nekad naik gunung tanpa peta? Hidup itu susah, jangan dibuat lebih susah, jika tak sanggup membeli peta, BUAT SENDIRI. Ada banyak software yang bisa digunakan dalam membuat peta, mulai dari ArcGIS dan Global Mapper yang berbayar, hingga QuantumGIS yang gratis.

Software yang biasanya saya pakai di navigasi
Software yang biasanya saya pakai di navigasi

Untuk mendownload QuantumGIS bisa klik disini

Untuk membuat peta dengan software, kita memerlukan bahan mentahnya, yaitu data kontur. Data kontur yang diperlukan bisa didapat dari DEM SRTM dan ASTER GDEM.

DEM SRTM (Digital Elevation Model Shuttle Radar Topography Mission) adalah suatu bentuk data resolusi tinggi berelevasi spasial 90 meter yang merepresentasikan topografi bumi dan menyediakan informasi tentang ketinggian suatu tempat. Data SRTM dihasilkan oleh Space Shuttle Endeavour yang dikembangkan oleh NGA (National Geospatial-Intelligence Agency) dan NASA (National Aeronautics and Space Administration). Datanya bisa di download gratis di sini

pengambilan data kontur DEM SRTM
pengambilan data kontur DEM SRTM

ASTER GDEM (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer Global Digital Elevation Model) adalah data raster hasil dari perekaman satelit dengan resolusi spasialnya 30 meter, sehingga lebih akurat dan banyak dipakai. Berbeda dengan DEM SRTM, ASTER GDEM adalah proyek METI (Ministry of Economy, Trade, and Industry) dengan NASA (National Aeronautics and Space Administration). Datanya bisa di download gratis di sini

pengambilan data kontur ASTER GDEM
pengambilan data kontur ASTER GDEM

Setelah mendownload data kontur dari salah satu sumber diatas, tinggal dimasukkan ke dalam software QuantumGIS. Ekstrak konturnya, dan selesai, cukup mudah, hasilnya bisa dilihat seperti gambar dibawah

hasil raster DEM SRTM
hasil raster DEM SRTM
hasil raster ASTER GDEM
hasil raster ASTER GDEM

Langkah selanjutnya jika kita telah bisa membaca koordinat dan memiliki peta, adalah mempelajari bagaimana cara menentukan posisi kita di atas peta saat berada dilapangan. Jika menggunakan GPS (Global Positioning system) hal ini bisa dilakukan dengan sangat mudah, namun bagaimana jika kita hanya mempunyai kompas dan peta? Dibutuhkan sedikit kerja ekstra, saatnya mempelajari materi selanjutnya, yaitu mengetahui apa itu azimuth dan backazimuth.

Azimuth adalah sudut antara satu titik yang diamati pengamat terhadap kutub magnetis bumi (sudut kompas). Sedangkan Back Azimuth adalah kebalikan dari Azimuth. cara menghitung Back Azimuth adalah:
– Jika Azimuth yang kita peroleh lebih dari 180º maka Back Azimuth adalah Azimuth dikurangi 180º. Misal kita membidik sebuah titik, diperoleh azimuth 200º. Back azimuthnya adalah 200º – 180º = 20º
– Jika Azimuth yang kita peroleh kurang dari 180º, maka Back Azimuthnya adalah azimuthditambah 180º. Misal, dari bidikan kompas, diperoleh Azimuth 160º, maka Back Azimuthnya adalah 180º+160º = 340º

azimuth
azimuth

Dengan mengetahui semua materi diatas, paling tidak kita sudah bisa merasa sedikit lega dan tak perlu takut tersesat selama di gunung. Tapi bukan berarti halal untuk melupakan semua persiapan dan melanggar etika pendakian, navigasi dasar ini dipelajari untuk mengantisipasi faktor-faktor lain diluar rencana terjadi.

Jika memang dalam keadaan tersesat, maka prinsip yang biasanya dilakukan adalah:
1. Sit
Kebanyakan pendaki akan mulai panik jika menyadari dirinya tersesat. Dalam kondisi seperti ini keadaan mental akan menurun dan daya pikir pun akan berkurang yang bisa menyebabkan keputus-asaan. Untuk itu kendalikan diri terlebih dahulu, duduk dan beristirahatlah sejenak. Jika tersesat dalam satu kelompok, pastikan tidak ada satu orang pun yang panik, karena dalam kondisi ini kepanikan satu orang bisa berpengaruh terhadap yang lainnya.
2. Thinking
Setelah duduk tenang, mulailah berfikir. Coba ingat kembali jalur yang sudah dilalui dan apa yang menyebabkan kita tersesat. Cari juga petunjuk yang mungkin dapat memprediksi lokasi, baik dengan melihat puncak, bukit, sabana, jenis pepohonan, ataupun petunjuk alam lain.
3. Observation
Langkah selanjutnya adalah mengobservasi sekitar baik dari kondisi alam hingga perbekalan yang dimiliki agar dapat menetukan rencana selanjutnya yang harus diambil. Periksa persediaan makanan dan air, perhitungkan cukup untuk bertahan berapa lama dan lakukan penghematan yang tepat. Kondisi tubuh dan tim juga harus dipertimbangkan sebaik mungkin.
4. Planning
Tahap ini harus difikirkan secara matang karena sangat berpengaruh untuk kelanjutannya. Tak hanya perencanaan, tapi juga konsekuensi yang akan dihadapi dengan mengambil suatu langkah, juga harus dipertimbangkan agar tidak terjadi kesalahan yang fatal dan sangat berpengaruh pada keselamatan diri ataupun tim.
pematerianSelanjutnya, mulailah mencari lokasi kita dengan bantuan kompas dan peta. Cari tempat terbuka agar dapat melihat tanda-tanda medan yang mencolok. Letakkan peta pada bidang datar. Letakkan kompas diatas peta dan sejajarkan antara arah utara peta dengan utara magnetis/utara kompas, dengan demikian letak peta akan sesuai dengan bentang alam yang dihadapi. Cari tanda-tanda medan yang paling menonjol disekeliling dan temukan tanda medan tersebut dipeta, lakukan untuk beberapa tanda medan.

Jika hal tersebut telah dilakukan, mulailah membidik tanda medan dengan kompas, tentukan Azimuthnya. Setelah selesai, jangan berpindah tempat, bidik beberapa tanda medan lagi dengan posisi yang sama, catat juga Azimuthnya. Kemudian plot beberapa tanda medan tadi di atas peta. Tarik garis panjang antara satu Azimuth dengan lainnya hingga berpotongan. Dititik itulah sekarang kita berada.
sectionJika sudah mengetahui lokasi kita berada dimana di atas peta, saatnya membaca kontur lapangan. Cari kontur yang landai untuk bisa dilewati. Hindari kontur rapat yang curam, karena biasanya menunjukkan daerah yang curam, jurang ataupun tebing. Teruslah berjalan sampai kembali ke jalur semula.

Itulah beberapa manfaat yang bisa diambil jika kita mengetahui prinsip-prinsip navigasi. Jika sudah menguasainya, apapun bisa dilakukan, termasuk finding route dan pembukaan jalur baru di pegunungan. Belajarlah sebanyak-banyaknya, bekali diri dengan pengetahuan. Persiapkan pendakian dengan matang dan minimalisir jatuhnya korban. Ingat, jangan mati di rumah para pendaki.

26 thoughts on “Mempelajari Rumah Para Pendaki”

    1. bukan mbak, saya bukan pendaki handal
      cuma orang yang masih terus belajar
      jangan memberikan label senior-junior/handal-awam pada sebuah hobby
      bukankah hobby lah yang membuat kita bisa bersenang-senang tanpa harus diperbandingkan?

  1. Share yang bermanfaat mas,,
    Pingin sekali kali ingin naik gunung belum pernah soalnya, blm ada waktu untuk bisa melakukan hal itu.. Sepertinya seru banget petualangan dengan mendaki gunung.. ajak ajak nih kalo ada trip mendaki ya 😀

  2. yeeeaaayy! 😀 request-an aku dikabulkan 😀 makasih maaaaassss :)) aku juga masih belajar navdar nih-_- semangat mas!

  3. Penulis yg baik..slalu mengungkap informasi penting pada stiap alur ceritanya.

    Kwereenn mas broo.!!!

  4. Konten webnya bagus sekali. Salam kenal dari saya.

    materi yg disajikan disini saya tdk asing lgi, lbh kurang sama dgn yg saya pelajari waktu di Mapala dulu.

    Menurut saya, kegiatan alam bebas sekarang kembali menemukan momentumnya stlh lbh dari 10 thn mati suri.

    Klo dulu cuma cuma org2 yg berkecimpung di organisasi kepecinta-alaman/hobby/ tuntutan disiplin ilmu tertentu saja yg naik gunung. Skrg seiring perkembangan teknologi seperti kamera, HP dan aktifitas jejaring sosial sebagai tmpt unjuk eksistensi, org2 jadi mencari tmpt untuk mengekspresikan ke-alay-an mreka.

    dgn pengetahuan tentang navigasi, manajemen lapangan, kode etik, dll yg msh minim, bnyk skrg org naik gunung justru menjadi sumber masalah; Sampah, kebakaran hutan, nebang pohon, bawa pulang bunga edelweis, dll.

    seiring maraknya aktifitas naik gunung skrg ini perlu diimbangi dgn pengetahuan yg memadai yg tujuan untuk meminimalkan resiko dan menjaga kelestarian serta keindahan alam itu sendiri.

    1. salam kenal juga mas, salam lestari
      saya sungguh sepakat, ketika teknologi semakin berkembang maka gunung kehilangan ekslusivitas
      ini membuat orang cenderung meremehkan dan lupa akan prosedur pendakian standar
      dan sungguh sangat disayangkan jika justru budaya malas membaca dan malas tahu semakin merajalela
      akibatnya malah jadi sumber masalah seperti yang mas kemukakan di awal

Leave a Reply