Dalam memperingati hari blogger nasional yang jatuh pada tanggal 27 Oktober silam, Travel Blogger Indonesia bersepakat untuk saling mereview travel blog satu sama lain. Ketika hasil undian menyandingkan namaku dengan Parahita Satiti, segera kubaca lagi semua tulisannya hingga lunas tuntas dalam beberapa hari. Jujur aku belum pernah bertemu muka dengan Titi sebelumnya, ini memberiku sedikit keuntungan untuk bisa memberikan kritik yang objektif, karena kedekatan personal mungkin saja bisa membuat penulisan review malah berpihak.

Ada 58 tulisan yang termaktub dalam blog yang beralamat di parah1ta.jalanjalanyuk.com ini. Secara garis besar (seperti pada umumnya Travel blog lain) Titi bercerita tentang kisah perjalanan saat menyinggahi beberapa tempat di Nusantara. Lantas apa yang membuat blog ini istimewa? Titi tidak ingin menjadi pretensius dengan membuat tulisan yang berat penuh bumbu filosofis. Titi Menulis dengan sederhana tentang masalah pelik yang tidak dibuat rumit. Menulis baginya barangkali bagai menikmati segelas teh hangat di sore hari. Menikmati setiap momen tanpa perlu buru-buru. Inilah yang menjadikan tulisan Titi seperti oase di tengah hiruk pikuk Travel Blog yang terlampau serius.
Titi2Sebagai seorang penyampai pesan, gaya penulisan Titi sangat naratif dengan kata-kata yang mudah dimengerti. Dia berhasil menyederhanakan makna setiap kata hingga tulisannya bisa duduk dekat dan berkarib dengan pembaca. Renyahnya bahasa dan alur yang runut membuat kita seolah-olah ditarik untuk ikut mengikuti perjalanan bersama-sama. Selesai membaca beberapa baris dan alinea, aku kerap mengatupkan mata dan tak mendapat kesulitan dalam membayangkan destinasi yang tertulis. Titi mampu menggambarkan suasana lokasi tanpa perlu menulis kalimat gombal yang genit.

Dari sekian banyak kisah yang dituliskan Titi, aku sangat menyukai karya yang berjudul “Patah Hati Pada Danau Maninjau”. Melalui tulisan ini, Titi bercerita tentang kekecewaannya terhadap sampah yang tak dibuang semestinya. Pemandangan kumuh menghiasi setiap jengkal kawasan wisata Danau Maninjau. Titi mencoba menulis secara jujur apa adanya. Bahwa tak selamanya cerita perjalanan harus menceritakan surga yang bersih berbalut rona langit jingga tanpa cela. Pun begitu dengan tulisan lain dengan judul “Samalona”. Jejak api unggun yang dibiarkan tergeletak begitu saja barangkali biasa oleh sebagian orang, namun tidak bagi Titi. Dengan bernas ia seolah menempeleng kita menunjukkan kebenaran-kebenaran yang berusaha keras disembunyikan.

Pun dengan tulisan yang berjudul “Pulau Tidung, Now and Then” Titi menyadari sebuah ironi akan dampak negatif pariwisata. Sejak lama pembahasan ini selalu dan mungkin akan selalu memicu debat tak berkesudahan. Pariwisata telah menjelma bagai uang koin yang mempunyai dua sisi berbeda. Yang bisa kita lakukan bukan menihilkan dampak negatif pariwisata, melainkan berusaha mencegah agar dampak negatif itu tak teramat buruk atau tak berkembang menjadi lebih buruk lagi. Dalam hal ini Titi benar telah bersuara dan mengingatkan, sudah seharusnya kita para travel writer bisa berperan sebagai voluntary community services.
titi3Cerita lain yang menarik perhatianku adalah tulisan yang berjudul “Menuju Malang: Telat Naik Kereta dan Lutut yang Terluka”. Disini Titi bercerita tentang keputusannya melakukan perjalanan dadak seorang diri ke daerah Malang setelah rencana perjalanan lainnya gagal. Kisah ini seolah menjadi sebuah pembuktian untuk mendobrak paradigma klise bahwa perempuan tak harus manja dan hendaknya berani berjalan seorang diri tanpa perlu merasa takut.

Pada tulisan yang berjudul “Drama Kala Berwisata” Titi berhasil membuatku mengernyitkan dahi dengan sebuah pengakuan tentang sifat ekspresifnya yang kadang berada dalam taraf berlebihan. Tak heran beberapa temannya menyelipkan sebuah julukan “drama queen” pada namanya. Dia riang, riuh, dan ramai, namun inilah yang barangkali membuat teman seperjalanan diam-diam tersenyum dan selalu ingin memeluk gemas. Ia secara magis membangun mood untuk tetap menjadi hangat dan bersemangat.

Dari segala kelebihan tersebut, bukan berarti parah1ta.jalanjalanyuk.com tanpa cela. Beberapa pikiran dan tulisan Titi kadang hampir jatuh pada kategori tulisan monolog yang membosankan. Pembaca diminta diam, sedang Titi sibuk berbicara tentang pengalaman yang menimpanya seolah lupa apakah itu penting untuk diketahui atau tidak. Namun dengan gegas aku segera menampik pikiran tersebut, aku percaya bahwa pada dasarnya menulis adalah perihal membagikan. Titi bisa saja diam dan menelan bulat segala kisah yang dilaluinya. Namun tidak, dia menceritakannya sebagai upaya untuk menunjukan bahwa kebahagiaan bukan sekedar untuk dinikmati sendiri, namun ada untuk dibagi.
Titi1Bagiku, membaca tulisan-tulisan yang ada di blog Titi bisa membangkitkan kerinduan untuk kembali berjalan dan menumbuhkan semangat tetap menulis. Sebagai penutup, aku ingin mengutip sebuah pesan yang sangat romantis dari Pramoedya Ananta Toer, bahwa “Menulislah terus. Jangan pedulikan apa dibaca orang atau tidak. Suatu saat pasti tulisan itu akan berguna.”

Selamat Hari Blogger Nasional

Tabik.

Tulisan ini adalah bentuk partisipasi thelostraveler.com sebagai salah satu bagian dari keluarga besar Travel Bloggers Indonesia dalam memperingati Hari Blogger Nasional.
Mau tahu apa yang Nugie Suke tulis tentang thelostraveler?
Check his note out at: Thelostraveler, Warmer, Softer, Deeper.

Silahkan kunjungi karya lainnya di:
Andre Handoyo yang mereview blog Olive Bendon
Olive Bendon yang mereview blog Rijal Fahmi
Rijal Fahmi yang mereview blog Wira Nurmansyah
Wira Nurmansyah yang mereview blog Indra Setiawan
Indra Setiawan yang mereview blog Andre Handoyo
Parahita Satiti yang mereview blog Felicia Lasmana
Felicia Lasmana yang mereview blog Titi Akmar
Titi Akmar yang merevie blog Fahmi Anhar
Fahmi Anhar yang mereview blog Danan Wahyu
Danan Wahyu yang mereview blog Indri Juwono
Indri Juwono yang mereview blog Atrasina Adlina
Atrasina Adlina yang mereview blog Firsta Yunida
Firsta Yunida yang mereview blog Rembulan Indira
Rembulan Indira yang mereview blog Sutiknyo
Sutiknyo yang mereview blog Nugie Suke

30 thoughts on “Langkah Kaki Titi”

    1. haha, aku malah jadi bingung ini pengennya review blog tapi kok malah jadi review tulisan 😀
      duuhh, such an honor kalo bisa review blog kak firsta
      *benerin bahasa inggrisku dulu 🙂

  1. untung aku nggak direview yofangga, aku nggak punya foto atraktif gt….
    blog itu terlalu personal kak, kadang kita harus menulis tanpa peduli akan dibaca atau disponsori. nulis tanpa sponsor akan terasa lebih jujur (curhat

    1. gyahaha, ntar kalo ngereview kak danan aku malah curhat-curhat sendiri kak 😀
      hhmm, benar, blog itu personal yang dipublikasikan, jadi ya minimal harus siap dibaca dan dikritik 😛

    1. ini lagi dirembukin sama anak-anak masalah email masuk Travel Blogger Indonesia (ceile, udah kayak anggota dewan aja), sabar yahh, semoga hasilnya cepet keluar, hehe 😀

  2. Halo semuaaa… Wah para travel blogger itu sudah akrab satu sama lain yaaaa.. dan diriku cuma bisa kulonuwun badhe menyanyikan lagu untuk menghibur kalian semua..

    *Nyanyi lagu Demi Tuhan by Arya Wiguna*

  3. Selalu suka dengan gaya bertutur bang Yofangga. Dan aku rasa kak Titi pasti suka dengan caramu memberi ulasan seperti ini, baik ketika dirimu menunjukkan sisi-sisi kelebihan maupun ketika menunjukkan sisi-sisi yang bisa dikembangkan lebih baik lagi. Ah jadi mau diulas juga sama bang Yof 🙂

Leave a Reply